Bahasa Sanskerta

bahasa Indo-Arya kuno di Asia Selatan
(Dialihkan dari Sanskerta)

Bahasa Sanskerta (ejaan tidak baku: Sansekerta, Sangsekerta, Sanskrit,[10] aksara Dewanagari: संस्कृतम्, saṃskṛtam[11]) adalah bahasa kuno Asia Selatan yang merupakan cabang Indo-Arya dari rumpun bahasa Indo-Eropa.[12][13][14] Bahasa ini berkembang di Asia Selatan setelah moyangnya mengalami difusi trans-budaya di wilayah barat laut Asia Selatan pada Zaman Perunggu.[15][16] Bahasa Sanskerta adalah bahasa suci umat Hindu, Buddha, dan Jain. Bahasa ini merupakan basantara Asia Selatan pada zaman kuno dan pertengahan, dan menjadi bahasa agama, kebudayaan, dan politik yang tersebar di sejumlah wilayah di Asia Tenggara, dan Tengah.[17][18] Bahasa ini memberikan banyak pengaruh bahasa di Asia Selatan, Tenggara, dan Timur, khususnya melalui kosakata yang dipelajari.[19]

Bahasa Sanskerta
संस्कृतम्
Saṃskṛtam
Saṁskrtavāk
Saṃskṛtam dalam aksara Dewanagari
Pengucapan[ˈsɐ̃skr̩tɐm]  ( dengarkan)
Dituturkan diAsia
WilayahIndia dan Indonesia serta beberapa wilayah lainnya di Asia Selatan dan Tenggara
EraAbad Milenium ke-2 SM – 600 SM (Bahasa Sanskerta Weda);[1]
600 SM-sekarang (Bahasa Sanskerta Klasik)
Perincian data penutur

Jumlah penutur beserta (jika ada) metode pengambilan, jenis, tanggal, dan tempat.[2][3]

  • 2.212 (1971)
  • 6.106 (1981)
  • 49.736 (1991)
  • 14.135 (2001)
  • 26.490 (bahasa ibu, 2011)
Bentuk awal
Aslinya merupakan bahasa lisan. Tidak ada aksara yang resmi untuk bahasa ini; tetapi sejak milenium pertama Masehi, bahasa ini ditulis dalam aksara Brahmi dan turunannya.[a][4][5]
Status resmi
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
Kode bahasa
ISO 639-1sa
ISO 639-2san
ISO 639-3sankode inklusif
Kode individual:
cls – Bahasa Sanskerta Klasik
vsn – Bahasa Weda
Glottologsans1269[6]
IETFsa
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Extinct

Sanskerta diklasifikasikan sebagai bahasa yang telah punah (EX) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

C10
Kategori 10
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa telah punah (Extinct)
C9
Kategori 9
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa sudah ditinggalkan dan hanya segelintir yang menuturkannya (Dormant)
C8b
Kategori 8b
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa hampir punah (Nearly extinct)
C8a
Kategori 8a
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa sangat sedikit dituturkan dan terancam berat untuk punah (Moribund)
C7
Kategori 7
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa mulai mengalami penurunan ataupun penutur mulai berpindah menggunakan bahasa lain (Shifting)
C6b
Kategori 6b
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa mulai terancam (Threatened)
C6a
Kategori 6a
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa masih cukup banyak dituturkan (Vigorous)
C5
Kategori 5
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa mengalami pertumbuhan populasi penutur (Developing)
C4
Kategori 4
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa digunakan dalam institusi pendidikan (Educational)
C3
Kategori 3
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa digunakan cukup luas (Wider Communication)
C2
Kategori 2
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan di berbagai wilayah (Provincial)
C1
Kategori 1
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa nasional maupun bahasa resmi dari suatu negara (National)
C0
Kategori 0
Kategori ini menunjukkan bahwa bahasa merupakan bahasa pengantar internasional ataupun bahasa yang digunakan pada kancah antar bangsa (International)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
EGIDS SIL EthnologueC4 Educational
Bahasa Sanskerta dikategorikan sebagai C4 Educational menurut SIL Ethnologue, artinya bahasa ini digunakan di institusi pendidikan, baik dalam bahasa ajar-mengajar maupun sebagai kurikulum ajaran
Referensi: [7][8][9]

 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa Sanskerta masih mempertahankan ciri-ciri bahasa Indo-Arya kuno.[20][21] Bentuk arkaisnya adalah bahasa Weda yang ditemukan dalam Regweda, kumpulan 1.028 himne yang disusun oleh masyarakat suku Indo-Arya yang bermigrasi di wilayah yang kini Afganistan hingga Pakistan dan kemudian India Utara.[22][23] Bahasa Weda ini berakulturasi dengan bahasa kuno yang telah ada di anak benua India, menyerap kosakata yang berkaitan dengan nama-nama hewan dan tumbuhan; dan tambahannya, rumpun bahasa Dravida kuno memengaruhi fonologi dan sintaksis Sanskerta.[24] "Sanskerta" dapat juga merujuk pada bahasa Sanskerta klasik yang tata bahasanya dibakukan pada pertengahan milenium pertama SM secara sangat lengkap,[b] yang termuat dalam kitab Aṣṭādhyāyī ("Delapan Bab") karya Pāṇini.[26] Pujangga dan dramawan besar Kalidasa menulis menggunakan bahasa Sanskerta klasik, dan dasar-dasar aritmetika klasik pertama kalinya dideskripsikan dalam bahasa Sanskerta klasik.[c][27] Dua wiracarita besar Mahabharata dan Ramayana, disusun menggunakan gaya bahasa cerita lisan yang digunakan di India Utara antara 400 SM dan 300 SM, dan kira-kira sezaman dengan bahasa Sanskerta klasik.[28] Pada abad-abad berikutnya bahasa Sanskerta mulai terikat tradisi, berhenti dipelajari sebagai bahasa ibu, dan akhirnya berhenti berkembang sebagai bahasa yang hidup.[29]

Nyanyian Regweda sangat mirip dengan puisi arkais berbahasa Iran dan Yunani, Gathas dalam bahasa Avesta dan Illiad karya Homeros.[30] Karena Regweda mengalir dari mulut ke mulut dengan cara rajin menghafal,[31][32] dan dianggap sebagai sebuah teks tunggal tanpa varian apa pun,[33] Regweda melestarikan morfologi dan sintaksis yang mendorong rekonstruksi moyang dari bahasa tersebut, bahasa Proto-Indo-Eropa.[30] Bahasa Sanskerta tidak memiliki sistem tulisan yang spesifik: sekitar peralihan milenium pertama Masehi, bahasa ini ditulis dalam aksara-aksara berumpun Brahmi dan saat ini menggunakan aksara Dewanagari.[a][4][5]

Status, fungsi, dan penempatan bahasa Sanskerta sebagai warisan sejarah dan budaya India diakui dalam bahasa resmi di Jadwal Kedelapan dari Konstitusi India.[34][35] Namun, di luar kebangkitannya,[36][37] tidak ada masyarakat yang mengakui bahasa ini sebagai bahasa ibu di India.[37][38][39] Pada sensus terakhir di India, sekitar ribuan warga negara India mengakui bahasa Sanskerta sebagai bahasa ibu mereka,[d] dan angka itu dianggap menandakan harapan penyelarasan dengan prestise berbahasa.[37][41] Bahasa Sanskerta diajarkan di gurukula sejak zaman kuno; dan kini diajarkan pada sekolah menengah pertama. Sekolah modern bahasa Sanskerta tertua adalah Sampurnanand Sanskrit Vishwavidyalaya, didirikan pada 1791 pada masa pemerintahan Perusahaan Hindia Timur Britania.[42] Bahasa Sanskerta menjadi bahasa liturgi bagi umat Hindu dan Buddha, digunakan untuk membacakan nyanyian dan mantra.

Etimologi dan penamaan

sunting
Manuskrip Sanskerta kuno: kitab suci keagamaan (atas), dan teks pengobatan (bawah)

Dalam bahasa Sanskerta ajektiva verbal sáṃskṛta- adalah kata majemuk yang tersusun dari sam (berbudaya, bagus, baik, sempurna) dan krta- (tersusun).[43][44] Maksudnya adalah suatu bahasa yang "tersusun dengan baik, murni, sempurna, suci, dan berbudaya".[45][46][47] Menurut Biderman, kesempurnaan yang dimaksud dari etimologi tersebut cenderung memiliki kualitas tonal bukannya semantik. Tradisi lisan dianggap berharga di India Kuno, dan resi-resinya menyusun alfabet, struktur kata, dan tata bahasanya menjadi "sebuah kumpulan suara, semacam cetakan musikal yang bernilai luhur", sebagaimana yang disebut Biderman, sebagai sebuah bahasa yang disebut Sanskerta.[44] Dari akhir periode Weda, sebagaimana yang disebut Annette Wilke dan Oliver Moebus, landasan resonansi dan musikalnya membangun "literatur linguistik, filosofis, dan religius dengan jumlah yang sangat besar" di India. Suara-suara itu divisualisiasikan "meliputi seluruh ciptaan", representasi lain dari dunia itu sendiri; sebuah "magna misterius" dari pemikiran Hindu. Pencarian kesempurnaan dalam pemikiran dan tujuan kebebasan berada di antara dimensi suara sakral, benang merah itu merangkai semua ide dan inspirasi menjadi apa yang diyakini masyarakat India kuno sebagai bahasa yang sempurna, sehingga terciptalah "epistema fonosentris" bahasa Sanskerta.[48][49]

Bahasa ini dianggap sebagai lawan dari bahasa-bahasa rakyat (prākṛta-). Kata prakrta secara literal berarti "asli, alami, normal, tak berseni", menurut Franklin Southworth.[50] Keterkaitan antara bahasa Prakerta dan Sanskerta ditemukan dalam naskah India berangka milenium pertama Masehi. Patañjali mengakui bahasa Prakerta sebagai bahasa pertama, yang secara naluriah diadopsi oleh anak-anak yang berujung pada masalah interpretasi dan kesalahpahaman. Pemurnian struktur bahasa Sanskerta menghapus ketidaksempurnaan itu. Tatabahasawan Sanskerta awal Daṇḍin menyatakan, sebagai contoh, banyak kata bahasa Prakerta berasal dari Sanskerta, tetapi memunculkan "kehilangan suara" dan penyalahgunaan makna yang merupakan hasil dari "pengabaian tata bahasa". Daṇḍin mengakui ada kata-kata dan struktur membingungkan dari bahasa Prakerta yang lepas dari bahasa Sanskerta. Pandangan ini tampak pada gaya penulisan Bharata Muni yang mengarang naskah Natyasastra. Namisādhu, salah satu cendekiawan Jaina, mengakui adanya perbedaan tersebut, tetapi tidak setuju kalau bahasa Prakerta adalah hasil penyalahgunaan makna dari Sanskerta. Namisādhu menyatakan bahwa bahasa Prakerta bersifat pūrvam (alamiah) bagi anak-anak, dan Sanskerta adalah penyempurnaan bahasa Prakerta melalui sebuah "pemurnian tata bahasa".[51]

Sejarah

sunting

Asal usul dan perkembangan

sunting
Kiri: Hipotesis Kurgan yang berkaitan dengan migrasi Indo-Eropa antara 4000–1000 SM. Kanan: sebaran geografis rumpun bahasa Indo-Eropa dengan Sanskerta di Asia Selatan.

Bahasa Sanskerta termasuk dalam rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahasa ini menjadi salah satu dari tiga bahasa Indo-Eropa tertua yang didokumentasikan serta lahir dari suatu bahasa purba yang direkonstruksi yaitu bahasa Proto-Indo-Eropa:[13][14][52]

Bahasa Indo-Eropa lainnya yang berhubungan dengan Sanskerta antara lain bahasa Latin arkais dan klasik (ca 600 SM–100 M, Italia zaman kuno), bahasa Gotik (bahasa Jermanik arkais, ca 350 SM), bahasa Norse Kuno (ca 200 SM ke atas), bahasa Avesta Kuno (ca akhir milenium ke-2 SM[54]), dan bahasa Avesta Muda (ca 900 SM).[13][14] Bahasa kuno terdekat dengan bahasa Weda adalah rumpun Nuristan yang ditemukan di wilayah Hindu Kush, timur laut Afganistan dan barat laut Himalaya,[14][55][56] serta bahasa Avesta dan Persia Kuno yang punah — keduanya berumpun Iran.[57][58][59] Bahasa Sanskerta adalah kelompok bahasa satem Indo-Eropa.

Sejumlah sarjana zaman kolonial yang menguasai bahasa Latin dan Yunani terkejut dengan kemiripan bahasa-bahasa klasik Eropa dengan Sanskerta, baik dari kosakata dan tata bahasanya. Dalam The Oxford Introduction to Proto-Indo-European and the Proto-Indo-European World, Mallory dan Adams menjelaskan kemiripan tersebut dalam beberapa contoh berikut:[60]

Inggris   Latin Yunani Sanskerta
  mother   māter   mētēr   mātár-
  father   pater   pater   pitár-
  brother   frāter   phreter   bhrātar-
  sister   soror   eor   svásar-
  son   fīlius   huius   sūnú-
  daughter   fīlia   thugátēr   duhitár-
  cow   bōs   bous   gáu-
  house   domus   do   dām-

Kedekatan kosakata tersebut menunjukkan adanya sebuah akar kata, serta kaitan historis antara sejumlah bahasa-bahasa kuno besar di dunia.[e]

Teori migrasi Indo-Arya menjelaskan bagaimana bahasa Sanskerta dan bahasa Indo-Eropa lainnya saling berkaitan serta menyatakan bahwa penutur asli bahasa yang kelak menjadi Sanskerta tiba di Asia Selatan dari asalnya, kemungkinan barat laut wilayah Indus pada awal milenium ke-2 SM. Bukti sejarah yang ada dalam teori tersebut adalah kedekatan antara bahasa Indo-Iran dengan rumpun bahasa Baltik dan Slavik, pertukaran dengan kosakata non-Indo-Eropa seperti rumpun bahasa Ural, dan kosakata Indo-Eropa yang berkaitan dengan flora-fauna.[62]

Masa prasejarah rumpun bahasa Indo-Arya sebagai moyang bahasa Sanskerta tidak jelas dan hipotesisnya diajukan dalam batas yang cukup luas. Menurut Thomas Burrow, dengan menghubungkannya dengan bahasa rumpun Indo Eropa, asal usul bahasa tersebut mungkin bermula dari Eropa Tengah atau Timur, dan rumpun Indo-Iran muncul dari Rusia Tengah.[63] Cabang rumpun bahasa Indo-Iran, Indo-Arya dan Iran, berpisah. Bahasa Sanskerta adalah cabang Indo-Arya yang berpindah menuju Iran timur, kemudian mengarah ke Asia Selatan pada paruh pertama milenium ke-2 SM. Begitu permulaan India Kuno, bahasa Indo-Arya mengalami perubahan lingustik dan terciptalah bahasa Weda.[64]

Bahasa Weda

sunting
 
Regweda ditulis dalam aksara Dewanagari, awal abad ke-19. Garis merah horizontal dan vertikal mewakili tangga nada rendah dan tinggi dalam pembacaannya.

Bentuk praklasik bahasa Sanskerta adalah bahasa Weda. Naskah tertulis paling awal yang menggunakan bahasa Sanskerta adalah salah satu dari kitab suci umat Hindu yang empat, Regweda, ditulis pada pertengahan hingga akhir abad ke-2 SM. Tak ada catatan tertulis dari masa-masa awal yang dilestarikan, bahkan jika ada, sejumlah sarjana percaya bahwa Regweda turun-temurun secara lisan: teks tersebut adalah teks upacara keagamaan, dengan ekspresi fonetis yang pasti dan pelestariannya menjadi bagian dari tradisi.[65][66][67]

Regweda adalah kumpulan kitab suci yang dibuat oleh banyak pengarang secara terpisah di wilayah India kuno. Penulis-penulisnya berada pada generasi yang berbeda-beda: Mandala 2 hingga 7 adalah yang tertua, sedangkan mandala 1 dan 10 adalah yang termuda.[68][69] Namun bahasa Weda dalam kitab-kitab Rigveda "hampir tidak menyajikan keragaman dialektika", menurut Louis Renou — seorang Indolog yang dikenal karena penelitiannya tentang sastra Sanskerta dan khususnya Rigveda. Menurut Renou, ini menunjukkan bahwa bahasa Weda memiliki "pola linguistik yang teratur" pada paruh kedua milenium ke-2 SM.[70] Setelah Regweda, Weda lainnya yang bertahan adalah Samaweda, Yajurweda, dan Atharwaweda, bersama naskah-naskah lain seperti Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad.[65] Dokumen Weda merefleksikan dialek bahasa Sanskerta pada sejumlah wilayah barat laut, utara, dan timur anak benua India.[71][72](hlm. 9)

Bahasa Weda adalah bahasa lisan sekaligus tertulis pada zaman India Kuno. Menurut Michael Witzel, bahasa Weda adalah bahasa lisan suku seminomaden Arya yang kelak bertempat tinggal di satu tempat dan tetap memelihara kebiasaan sehari-hari mereka seperti beternak sapi, bertani terbatas, dan menjalankan gerobak yang disebut grama.[72](hlm. 16–17)[73] Bahasa Weda atau varian Indo-Eropa terdekatnya diakui di seluruh wilayah India Kuno yang dibuktikan dengan "Traktat Mitanni" antara bangsa Het dan Mitanni, dipahat pada batu, di suatu wilayah yang kini menjadi Suriah dan Turki.[74][f] Bagian dari traktat tersebut seperti nama-nama pangeran Mitanni dan istilah teknis yang berhubungan dengan perkudaan, dengan alasan yang tak dipahami, ditulis dalam bentuk awal bahasa Weda. Traktat ini juga memuat Dewa Baruna, Mitra, Indra, dan Nasatya yang ditemukan dalam lapisan awal literatur Weda.[74][76]

Bahasa Weda yang ada dalam Regweda lebih arkais daripada Weda-Weda lainnya, dan dalam banyak hal, gaya bahasa Regweda diketahui lebih mirip dengan salah satu kitab umat Majusi Gathas dan juga Iliad dan Odisseia karya Homeros.[77] Menurut Stephanie W. Jamison dan Joel P. Brereton — Indolog yang dikenal karena penerjemahan Regweda — literatur Weda "telah jelas diwariskan" dari struktur sosial zaman Indo-Iran dan Indo-Eropa seperti peranan penyair dan pendeta, ekonomi patronasi, kemiripan frasa, dan sejumlah metrum puisi.[78][g] Meski ada kemiripan, menurut Jamison dan Brereton, ada perbedaan antara sastra Weda, Avesta Kuno, dan Yunani Mikenai. Misalnya, tak seperti penggunaan majas simile dalam Regweda, teks Gathas tak memiliki simile, dan jarang digunakan pada versi bahasa yang kemudian. Bahasa Yunani Homeros, seperti Sanskerta Regweda, banyak menggunakan simile, tetapi secara struktural sangat berbeda.[80]

Bahasa Sanskerta Klasik

sunting
 
Naskah tata bahasa Sanskerta Pāṇini abad ke-17 dari Kashmir

Bentuk bahasa Weda kurang homogen, dan kemudian berevolusi menjadi bahasa yang lebih terstruktur dan homogen, yang disebut bahasa Sanskerta Klasik pada pertengahan milenium pertama SM. Menurut Richard Gombrich—Indolog dan sarjana bahasa Sanskerta, Pāli, dan studi agama Buddha—bahasa Weda yang arkais dalam Regweda sudah berevolusi pada periode Weda, seperti dibuktikan dalam karya sastra Weda berikutnya. Bahasa dalam Upanisad Hindu awal dan karya sastra Weda berikutnya menggunakan bahasa Sanskerta Klasik, sedangkan bahasa Weda yang arkais pada zaman Buddha menjadi tak bisa dipahami oleh semua orang kecuali para Resi, menurut Gombrich.[81]

Orang yang dikredit berjasa dalam formalisasi bahasa Sanskerta adalah Pāṇini, juga Mahabhasya karya Patanjali serta komentar Katyayana yang mendahului karya Patanjali.[82] Panini menyusun kitab Aṣṭādhyāyī ("Delapan Bab Tata Bahasa Sanskerta"). Masa hidupnya sering diperdebatkan, tetapi umumnya disepakati bahwa karyanya dibuat antara abad ke-6 hingga ke-4 SM.[83][84][85]

Aṣṭādhyāyī bukanlah karya pertama yang mendeskripsikan tata bahasa Sanskerta, tetapi merupakan karya paling awal yang masih bisa dilestarikan secara utuh. Pāṇini mengutip sepuluh orang resi terkait aspek tata bahasa dan fonologi Sanskerta sebelumnya, serta varian penggunaan bahasa Sanskerta di wilayah India yang berbeda.[86] Ia mengutip sepuluh orang resi yaitu Apisali, Kasyapa, Gargya, Galawa, Cakrawarmana, Bharadwaja, Sakatayana, Sakalya, Senaka, dan Sphotayana.[87] Aṣṭādhyāyī menjadi peletak dasar salah satu Wedangga, Wyakarana, .[88] Dalam Aṣṭādhyāyī, bahasa dipandang dengan cara yang tidak sejalan dengan tatabahasawan Yunani atau Latin. Tata bahasa Pāṇini, menurut Renou dan Filliozat, mendefinisikan ekspresi linguistik dan klasika yang menjadi acuan dari bahasa Sanskerta.[89] Pāṇini menggunakan metabahasa teknis, seperti sintaksis, morfologi, dan leksikon. Metabahasa ini terorganisasi menurut deret aturan-meta, beberapa di antaranya dijelaskan langsung, sedangkan lainnya dapat disimpulkan sendiri.[90]

Teori komprehensif dan ilmiah tata bahasa Pāṇini kelak menjadi awal permulaan bahasa Sanskerta Klasik.[91] Risalahnya yang sistematis mengilhami dan menjadikan bahasa Sanskerta sebagai bahasa utama dalam pembelajaraan dan sastra India selama dua milenium.[92] Tak jelas apakah Pāṇini menulisnya sendiri, atau memberikan penjelasannya kepada murid-muridnya secara turun temurun. Sejumlah sarjana menyetujui bahwa ia sudah mengenal penulisan, berdasarkan rujukan kata lipi ("aksara") atau lipikara ("penulis") pada subbab 3.2 Aṣṭādhyāyī.[93][94][95][h]

Bahasa Sanskerta Klasik yang diformalkan oleh Pāṇini, menurut Renou, "bukan bahasa yang dimiskinkan", melainkan "bahasa yang diatur dan ditata dengan mengabaikan arkaisme dan alternatif formal yang tidak perlu".[102] Bentuk klasik Sanskerta menyederhanakan hukum sandhi tetapi tetap mempertahankan ciri-ciri bahasa Weda, serta menambahkan ketelitian dan fleksibilitas, sehingga memiliki ruang yang cukup untuk mengekspresikan pikiran serta "mampu menjawab tuntutan literatur yang beragam di masa mendatang", menurut Renou. Pāṇini juga membuat "aturan pilihan" di luar kerangka kerja bahasa Weda bahulam, untuk menghargai kebebasan dan kreativitas sehingga para penulis yang berada di wilayah geografis atau waktu yang berbeda dapat bebas mengekspresikan fakta dan pandangannya sendiri.[103]

Perbedaan fonetika bahasa Weda dan Sanskerta Klasik dapat diabaikan, bila dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada masa pra-Weda antara bahasa Indo-Arya dan bahasa Weda.[104] Yang membuat bahasa Weda dan Sanskerta klasik berbeda adalah tata bahasa dan kategori gramatikal yang diperluas, serta perbedaan aksen, semantik, dan sintaksis.[105] Ada juga perbedaan bagaimana akhir dari kata benda dan kata kerja, serta juga hukum sandhi, baik internal maupun eksternal.[105] Banyak sekali kata dalam bahasa Weda tidak ditemukan dalam literatur bahasa Weda akhir atau Sanskerta Klasik, sedangkan ada kata Sanskerta Klasik yang maknanya berbeda dan baru jika dibandingkan dengan literatur bahasa Weda.[105]

Arthur Macdonell adalah salah satu sarjana zaman kolonial yang telah merangkum sejumlah perbedaan bahasa Weda dan Sanskerta Klasik.[105][106] Publikasi berbahasa Prancis kary Louis Renou tahun 1956, berisi pembahasan yang lebih rinci terkait kemiripan, perbedaan, dan evolusi bahasa Weda pada periode Weda dengan bahasa Sanskerta Klasik beserta pandangan pribadinya. Karyanya kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Jagbans Balbir.[107]

Bahasa Sanskerta dan Prakerta

sunting
 
Kata Saṃskṛta dalam aksara Gupta:
    Saṃ-skṛ-ta
Prasasti Mandsaur, 532 M.[108]

Kata Saṃskṛta sebagai sebuah bahasa, ditemukan dalam ayat 5.28.17–19 kitab Ramayana.[109] Di luar bahasa Sanskerta yang tertulis dan dipelajari, sejumlah bahasa rakyat (Prakerta) muncul. Bahasa Sanskerta hadir bersama Prakerta pada zaman India kuno. Bahasa Prakerta memiliki akar bahasa Sanskerta yang disebut Apabhramsa, artinya "bahasa yang mengabaikan tata bahasa".[110][111] Weda memiliki kata-kata yang ekuivalensi fonetiknya tidak ditemukan dalam bahasa Indo-Eropa lain tetapi ditemukan dalam bahasa Prakerta, yang menandai mulainya interaksi berbagi kata dan gagasan pada sejarah awal India. Semenjak pemikiran bangsa India terdiversifikasi dan ajaran awal Hindu mengalami tantangan, khususnya lahirnya agama Buddha dan Jain, bahasa Prakerta seperti Pali yang dipertuturkan umat Buddha Theravāda dan Ardhamagadhi yang dipertuturkan umat Jain bersaing dengan bahasa Sanskerta pada zaman kuno.[112][113][114] Namun, menurut Paul Dundas, sarjana Jaina, bahasa-bahasa Prakerta kuno "dikira-kira memiliki hubungan yang dekat dengan Sanskerta, sama seperti halnya bahasa Italia pertengahan dengan Latin."[114] Tradisi India mengakui bahwa Buddha dan Mahawira memilih bahasa Prakerta sehingga siapa pun dapat memahaminya. Namun, sarjana seperti Dundas mempertanyakan hipotesis ini. Mereka mengaku tidak ada bukti dan bahkan jika ada buktinya pada awal masa itu, orang-orang sulit mempelajari bahasa Prakerta kuno seperti Ardhamagadhi kecuali para biksu atau rahib.[114][i]

Sarjana era kolonial mempertanyakan apakah Sanskerta itu bahasa lisan, atau hanya bahasa sastra.[116] Salah satu aliran menyebut bahwa Sanskerta tak pernah sebagai bahasa lisan, sedangkan yang lain dan kebanyakan sarjana India justru tidak setuju.[117] Mereka yang menegaskan Sanskerta adalah bahasa daerah menyatakan bahwa bahasa ini dahulu adalah bahasa lisan yang dilestarikan dalam naskah-naskah tertulis Sanskerta di India kuno. Selain itu, bukti tekstual karya Yaksa, Panini, dan Patanajali menyatakan bahwa bahasa Sanskerta Klasik pada masa itu adalah bahasa yang dituturkan oleh orang terpelajar dan berbudaya. Sejumlah sutras menguraikan bentuk-bentuk bahasa Sanskerta lisan dan tertulis.[117] Biksu pelancong abad ke-7 Xuanzang menulis dalam memoarnya bahwa perdebatan filosofis resmi di India adalah bahasa Sanskerta, bukan bahasa daerah di wilayah itu.[117]

 
Silsilah rumpun bahasa Indo-Eropa

Pakar linguistik Madhav Deshpande menyatakan bahwa bahasa Sanskerta adalah bahasa lisan sehari-hari pada pertengahan milenium pertama SM yang berdampingan dengan bahasa Sanskerta sastra yang lebih formal dan tertata.[118] Menurut Deshpande, dibenarkan bahwa bahasa modern juga memiliki bahasa sehari-hari dan dialek yang dipertuturkan dan dipahami, bersama dengan bentuk tertulis yang "tertata, lengkap, dan akurat dari segi tata bahasa".[118] Tradisi India, menurut Moriz Winternitz, adalah belajar dan menggunakan bermacam-macam bahasa sejak zaman dahulu. Bahasa Sanskerta adalah bahasa kaum terpelajar dan terpandang, tetapi juga bahasa yang harus dipahami dalam lingkungan sosial yang lebih luas karena wiracarita yang populer seperti Ramayana, Mahabharata, Bhagawatapurana, Pancatantra, dan teks lainnya juga ditulis dalam bahasa Sanskerta.[119] Bahasa Sanskerta dengan tata bahasanya yang ada, menjadi bahasa kaum terpelajar India, dan yang lainnya berkomunikasi dengan bahasa sehari-hari yang dapat saja mengabaikan tata bahasa.[118] Bahasa Sanskerta sebagai bahasa yang terpelajar, hadir bersama bahasa daerah Prakerta.[118] Seni drama berbahasa Sanskerta juga mengindikasikan bahasa itu berdampingan dengan Prakerta. Benares, Paithan, Pune, dan Kanchipuram adalah pusat studi dan debat publik bahasa Sanskerta hingga awal mula kolonialisme di India.[120]

Menurut Étienne Lamotte, Indolog dan sarjana ilmu agama Buddha, bahasa Sanskerta menjadi dominan sebagai bahasa resmi tertulis karena presisi komunikasinya. Menurut Lamotte, bahasa ini adalah instrumen yang cukup ideal untuk menampilkan gagasan serta pengetahuan sehingga menjadi tersebar dan berpengaruh.[121] Bahasa Sanskerta dianggap sebagai sarana gagasan yang berkebudayaan, artistik, dan mendalam. Pollock tidak setuju Lamotte, tetapi yakin bahwa pengaruh bahasa Sanskerta bertumbuh menjadi sebuah "kosmopolis" yang mencakup seluruh wilayah Asia Selatan dan sebagian besar Asia Tenggara. Kosmopolis tersebut berkembang pesat di luar India antara 300 dan 1300 M.[122]

Pengaruh rumpun Dravida

sunting

Reinöhl menyebut rumpun bahasa Dravida tidak hanya menyerap kosakata Sanskerta, tetapi juga memengaruhi bahasa Sanskerta berkaitan strukturnya, "misalnya asal usul fonologi retrofleks Indo-Arya, dikaitkan dengan pengaruh rumpun bahasa Dravida".[123] Hock et al. mengutip George Hart yang menyatakan bahwa ada pengaruh bahasa Tamil Kuno dalam bahasa Sanskerta.[124] Hart membandingkan bahasa Tamil Kuno dan Sanskerta Klasik dan menyimpulkan bahwa ada bahasa Prakerta yang diturunkan dari kedua-duanya – "baik Tamil dan Sanskerta mendapatkan kaidah, metrum, dan teknik yang dibagi rata dari satu sumber, serta jelas tidak ada yang langsung diserap dari bahasa lainnya."[125]

Reinöhl menyatakan bahwa ada keterkaitan secara simetris antara bahasa berumpun Dravida seperti bahasa Kannada atau Tamil dengan bahasa Indo-Arya seperti Bengali atau Hindi, dibandingkan dengan bahasa Persia atau Inggris terhadap bahasa berumpun non-Indo-Arya. Dikutip dari Reinöhl – "Kalimat dalam bahasa rumpun Dravida seperti Tamil atau Kannada dapat diubah menjadi bahasa Bengali atau Hindi dengan mengganti kosakata Bengali atau Hindi yang ekuivalen dengan kata dan bentuk Dravida, tanpa mengubah urutan kata, tetapi hal yang sama tidak bisa digunakan untuk mengubah kalimat bahasa Persia atau Inggris menjadi bahasa non-Indo-Arya".[123]

Shulman menyebutkan, "Bentuk kata kerja nonfinit Dravida (disebut juga vinaiyeccam dalam bahasa Tamil) memengaruhi kata kerja nonfinit Sanskerta (aslinya berasal dari bentuk infleksi kata benda perbuatan dalam Weda). Kasus yang sangat menonjol dari pengaruh bahasa Dravida dalam bahasa Sanskerta hanyalah satu dari banyaknya asimilasi sintaktis, tak terkecuali repertoar yang besar dari aspek dan modalitas morfologis yang, jika diamati teliti, dapat ditemukan di mana saja dalam bahasa Sanskerta klasik dan pascaklasik".[126]

Distribusi geografis

sunting
 
Sebaran historis bahasa Sanskerta yang dituturkan di banyak negara. Bukti-buktinya antara lain manuskrip dan prasasti yang ditemukan di Asia Selatan, Tenggara, dan Tengah. Bukti-bukti tersebut bertanggal antara 300 hingga 1800 M.

Kehadiran bahasa Sanskerta secara historis telah terbukti dalam lingkup geografi yang luas di Asia Selatan. Prasasti dan karya-karya sastra menunjukkan bahwa bahasa Sanskerta telah digunakan di Asia Tenggara dan Tengah pada milenium pertama SM, melalui para brahmana, peziarah, dan pedagang.[127][128][129]

Asia Selatan merupakan daerah yang kaya akan manuskrip dan prasasti berbahasa Sanskerta pada zaman kuno hingga sebelum abad ke-18.[130] Di luar wilayah India Kuno, manuskrip dan prasasti berbahasa Sanskerta telah ditemukan di Tiongkok (terutama di Tibet),[131][132] Myanmar,[133] Indonesia,[134] Kamboja,[135] Laos,[136] Vietnam,[137] Thailand,[138] dan Malaysia.[136] Prasati dan manuskrip Sanskerta, maupun pecahan-pecahannya, termasuk sejumlah teks tertulis berbahasa Sanskerta tertua yang diketahui, telah ditemukan di gurun-gurun kering dan pegunungan seperti di Nepal,[139][140][j] Tibet,[132][141] Afganistan,[142][143] Mongolia,[144] Uzbekistan,[145] Turkmenistan, Tajikistan,[145] dan Kazakhstan.[146] Sejumlah teks berbahasa Sanskerta juga ditemukan di kuil-kuil Jepang dan Korea.[147][148][149]

Status resmi

sunting

Di India, bahasa Sanskerta diakui sebagai 22 bahasa resmi yang ada dalam Jadwal Kedelapan Konstitusi India.[150] Pada 2010, Uttarakhand menjadi negara bagian India pertama yang menetapkan bahasa Sanskerta sebagai bahasa resmi kedua.[151] Selanjutnya sejak 2019, Himachal Pradesh menjadi negara bagian kedua yang menetapkan bahasa tersebut sebagai bahasa resmi kedua.[152]

Penelitian oleh bangsa Eropa

sunting

Penelitian bahasa Sanskerta oleh bangsa Eropa dimulai oleh Heinrich Roth (1620–1668) dan Johann Ernst Hanxleden (1681–1731), dan dilanjutkan dengan proposal rumpun bahasa Indo-Eropa oleh Sir William Jones. Hal ini memainkan peranan penting pada perkembangan ilmu perbandingan bahasa di Dunia Barat.

Sir William Jones, pada kesempatan berceramah kepada Asiatick Society of Bengal di Calcutta, 2 Februari 1786, berkata:

"Bahasa Sanskerta, bagaimanapun kekunoannya, memiliki struktur yang menakjubkan; lebih sempurna daripada bahasa Yunani, lebih luas daripada bahasa Latin dan lebih halus dan berbudaya daripada keduanya, tetapi memiliki keterkaitan yang lebih erat pada keduanya, baik dalam bentuk akar kata-kata kerja maupun bentuk tata bahasa, yang tak mungkin terjadi hanya secara kebetulan; sangat eratlah keterkaitan ini sehingga tak ada seorang ahli bahasa yang bisa meneliti ketiganya, tanpa percaya bahwa mereka muncul dari sumber yang sama, yang kemungkinan sudah tidak ada."

Memang ilmu linguistik (bersama dengan fonologi, dsb.) pertama kali muncul di antara para tata bahasawan India kuno yang berusaha menetapkan hukum-hukum bahasa Sanskerta. Ilmu linguistik modern banyak berhutang kepada mereka dan saat ini banyak istilah-istilah kunci seperti bahuvrihi dan suarabakti diambil dari bahasa Sanskerta.

Beberapa ciri-ciri

sunting

Salah satu ciri-ciri utama bahasa Sanskerta ialah adanya kasus dalam bahasa ini, yang berjumlah 8. Dalam bahasa Latin yang masih serumpun hanya ada 5 kasus. Selain itu ada tiga jenis kelamin dalam bahasa Sanskerta, maskulin, feminin dan netral dan tiga modus jumlah, singular, dualis dan jamak:

  1. kasus nominatif
  2. kasus vokatif
  3. kasus akusatif
  4. kasus instrumentalis
  5. kasus datif
  6. kasus ablatif
  7. kasus genetif
  8. kasus lokatif
 
Contoh tulisan Sanskerta.

Di bawah ini disajikan sebuah contoh semua kasus sebuah kata maskulin singular deva (Dewa, Tuhan atau Raja).

Singular:

  1. nom. devas arti: "Dewa"
  2. vok. (he) deva arti: "Wahai Dewa"
  3. ak. devam arti: "ke Dewa" dsb.
  4. inst. devena arti: "dengan Dewa" dsb.
  5. dat. devāya arti: "kepada Dewa"
  6. ab. devāt arti: "dari Dewa"
  7. gen. devasya arti: "milik Dewa"
  8. lok. deve arti: "di Dewa"

Dualis:

  1. nva devau
  2. ida devābhyām
  3. gl devayos

Jamak:

  1. nv devās
  2. a devān
  3. i devais
  4. da devebhyas
  5. g devānām
  6. l deveṣu

Lalu di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel.

Skema dasar tasrifan (deklensi) sufiks untuk kata-kata benda dan sifat

sunting

Skema dasar tasrifan bahasa Sanskerta untuk kata-kata benda dan sifat disajikan di bawah ini. Skema ini berlaku untuk sebagian besar kata-kata.

Tunggal Dualis Jamak
Nominatif -s
(-m)
-au
(-ī)
-as
(-i)
Akusatif -am
(-m)
-au
(-ī)
-as
(-i)
Instrumentalis -bhyām -bhis
Datif -e -bhyām -bhyas
Ablatif -as -bhyām -bhyas
Genitif -as -os -ām
Lokatif -i -os -su
Vokatif -s
(-)
-au
( -ī)
-as
(-i)

Pokok-a

sunting

Pokok-a (/ə/ or /ɑː/) mencakup kelas akhiran kata benda yang terbesar. Biasanya kata-kata yang berakhir dengan -a pendek berkelamin maskulin atau netral. Kata-kata benda yang berakhirkan -a panjang (/ɑː/) hampir selalu feminin. Kelas ini sangatlah besar karena juga mencakup akhiran -o dari bahasa proto-Indo-Eropa.

Maskulin (kā́ma- 'cinta') Netral (āsya- 'mulut') Feminin (kānta- 'tersayang')
Tunggal Dualis Jamak Tunggal Dualis Jamak Tunggal Dualis Jamak
Nominatif kā́mas kā́māu kā́mās āsyàm āsyè āsyā̀ni kāntā kānte kāntās
Akusatif kā́mam kā́māu kā́mān āsyàm āsyè āsyā̀ni kāntām kānte kāntās
Instrumentalis kā́mena kā́mābhyām kā́māis āsyèna āsyā̀bhyām āsyāìs kāntayā kāntābhyām kāntābhis
Datif kā́māya kā́mābhyām kā́mebhyas āsyā̀ya āsyā̀bhyām āsyèbhyas kāntāyai kāntābhyām kāntābhyās
Ablatif kā́māt kā́mābhyām kā́mebhyas āsyā̀t āsyā̀bhyām āsyèbhyas kāntāyās kāntābhyām kāntābhyās
Genitif kā́masya kā́mayos kā́mānām āsyàsya āsyàyos āsyā̀nām kāntāyās kāntayos kāntānām
Lokatif kā́me kā́mayos kā́meu āsyè āsyàyos āsyèu kāntāyām kāntayos kāntāsu
Vokatif kā́ma kā́mau kā́mās ā́sya āsyè āsyā̀ni kānte kānte kāntās

Pokok -i dan -u

sunting
pokok-i
Mas. dan Fem. (gáti- 'kepergian') Netral (vā́ri- 'air')
Tunggal Dualis Jamak Tunggal Dualis Jamak
Nominatif gátis gátī gátayas vā́ri vā́riī vā́rīi
Akusatif gátim gátī gátīs vā́ri vā́riī vā́rīi
Instrumentalis gátyā gátibhyām gátibhis vā́riā vā́ribhyām vā́ribhis
Datif gátaye, gátyāi gátibhyām gátibhyas vā́rie vā́ribhyām vā́ribhyas
Ablatif gátes, gátyās gátibhyām gátibhyas vā́rias vā́ribhyām vā́ribhyas
Genitif gátes, gátyās gátyos gátīnām vā́rias vā́rios vā́riām
Lokatif gátāu, gátyām gátyos gátiu vā́rii vā́rios vā́riu
Vokatif gáte gátī gátayas vā́ri, vā́re vā́riī vā́rīi
pokok-u
Mas. dan Fem. (śátru- 'seteru, musuh') Netral (mádhu- 'madu')
Tunggal Dualis Jamak Tunggal Dualis Jamak
Nominatif śátrus śátrū śátravas mádhu mádhunī mádhūni
Akusatif śátrum śátrū śátrūn mádhu mádhunī mádhūni
Instrumentalis śátruā śátrubhyām śátrubhis mádhunā mádhubhyām mádhubhis
Datif śátrave śátrubhyām śátrubhyas mádhune mádhubhyām mádhubhyas
Ablatif śátros śátrubhyām śátrubhyas mádhunas mádhubhyām mádhubhyas
Genitif śátros śátrvos śátrūām mádhunas mádhunos mádhūnām
Lokatif śátrāu śátrvos śátruu mádhuni mádhunos mádhuṣu
Vokatif śátro śátrū śátravas mádhu mádhunī mádhūni

Pokok vokal panjang

sunting
Pokok ā (jā- 'kepandaian') Pokok ī (dhī- 'pikiran') Pokok ū (bhū- 'bumi')
Tunggal Dualis Jamak Tunggal Dualis Jamak Tunggal Dualis Jamak
Nominatif jā́s jāú jā́s dhī́s dhíyāu dhíyas bhū́s bhúvāu bhúvas
Akusatif jā́m jāú jā́s, jás dhíyam dhíyāu dhíyas bhúvam bhúvāu bhúvas
Instrumentalis jā́ jā́bhyām jā́bhis dhiyā́ dhībhyā́m dhībhís bhuvā́ bhūbhyā́m bhūbhís
Datif jā́bhyām jā́bhyas dhiyé, dhiyāí dhībhyā́m dhībhyás bhuvé, bhuvāí bhūbhyā́m bhūbhyás
Ablatif jás jā́bhyām jā́bhyas dhiyás, dhiyā́s dhībhyā́m dhībhyás bhuvás, bhuvā́s bhūbhyā́m bhūbhyás
Genitif jás jós jā́nām, jā́m dhiyás, dhiyā́s dhiyós dhiyā́m, dhīnā́m bhuvás, bhuvā́s bhuvós bhuvā́m, bhūnā́m
Lokatif jós jā́su dhiyí, dhiyā́m dhiyós dhīṣú bhuví, bhuvā́m bhuvós bhūṣú
Vokatif jā́s jāú jā́s dhī́s dhiyāu dhíyas bhū́s bhuvāu bhúvas

Hukum sandhi

sunting

Selain itu dalam bahasa Sanskerta didapatkan apa yang disebut hukum sandhi, sebuah fenomena fonetik di mana dua bunyi berbeda yang berdekatan bisa berasimilasi.

Pembentukan kata majemuk

sunting

Kata-kata majemuk dalam bahasa Sanskerta sangat banyak digunakan, terutama menyangkut kata-kata benda. Kata-kata ini bisa menjadi sangat panjang (lebih dari 10 kata). Nominal majemuk terjadi dengan beberapa bentuk, tetapi secara morfologis mereka sejatinya sama. Setiap kata benda (atau kata sifat) terdapat dalam bentuk akarnya (bentuk lemah), dengan unsur terakhir saja yang ditasrifkan sesuai kasusnya. Beberapa contoh kata benda atau nominal majemuk termasuk kategori-kategori yang diperikan di bawah ini.

  1. Avyayibhāva
  2. Tatpuruṣa
  3. Karmadhāraya
  4. Dvigu
  5. Dvandva
  6. Bahuvrīhi

Bahasa Sanskerta di Indonesia

sunting

Bahasa Sanskerta telah lama hadir di Nusantara sejak ribuan tahun lalu, bahkan banyak nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Hindu (Sanskerta), meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Ini karena pengaruh budaya India yang datang ke Nusantara sejak ribuan tahun yang lalu selama pengindiaan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara (Hindu-Buddha), dan sejak itu, budaya India ini dilihat sebagai bagian dari budaya Indonesia, terutama dalam budaya Jawa, Bali, dan beberapa bagian dari Nusantara lainya. Dengan demikian, budaya Hindu atau India yang terkait di Indonesia hadir tidak hanya sebagai bagian dari agama, tetapi juga budaya. Akibatnya, adalah umum untuk menemukan orang-orang Indonesia muslim atau Kristen dengan nama-nama yang bernuansa India atau Sanskerta. Tidak seperti nama-nama yang berasal dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Thai dan Khmer, pengucapan nama-nama Sanskerta dalam bahasa Jawa atau Indonesia mirip dengan pelafalan India asli, kecuali bahwa "v" diubah menjadi "w", contoh: "Vishnu" di India berubah menjadi "Wisnu" jika di Indonesia.

Di kawasan Nusantara khususnya di Indonesia, Bahasa Sanskerta sangat berpengaruh penting dan sangat memiliki peran tinggi di dalam perbahasaan di Indonesia. Bahasa Sanskerta yang masuk ke Indonesia sejak ribuan tahun lalu (masa kerajaan Hindu-Buddha) datang dari India ke Indonesia melalui para kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha pada masa kuno ribuan tahun yang lalu di bumi Nusantara. Sangat banyak kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Sanskerta, contohnya dari kata "bahasa" भाषा (bhāṣa) itu sendiri berasal dari bahasa sanskerta berarti: "logat bicara". Bahkan, banyak nama-nama lembaga, istilah, moto, dan semboyan di pemerintahan Indonesia menggunakan bahasa Sanskerta, seperti pangkat jenderal di Angkatan Laut Indonesia (TNI AL), menggunakan kata "Laksamana" (dari tokoh Ramayana yang merupakan adik dari Rama). "Penghargaan Adipura" yang merupakan penghargaan yang diberikan kepada kota-kota di seluruh Indonesia dari pemerintah pusat untuk kebersihan dan pengelolaan lingkungan juga menggunakan bahasa Sanskerta yaitu dari kata Adi (yang berarti "panutan") dan Pura (yang berarti "kota), menjadikan arti: "Kota Panutan" atau "kota yang layak menjadi contoh". Ada juga banyak moto lembaga-lembaga Indonesia yang menggunakan bahasa Sanskerta, seperti moto Akademi Militer Indonesia yang berbunyi "Adhitakarya Mahatvavirya Nagarabhakti" (अधिकाऱ्या महत्व विर्य नगरभक्ति), dan beberapa istilah-istilah lain dalam TNI juga menggunakan bahasa Sanskerta, contoh: "Adhi Makayasa", "Chandradimuka", "Tri Dharma Eka Karma", dll.

Bahasa Sanskerta dalam beberapa aksara

sunting
 
Kalimat Semoga Batara Siwa meraksa para penggemar bahasa Dewata. (Kalidasa) dalam bahasa Sanskerta menggunakan beberapa aksara turunan Brahmi.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b "In conclusion, there are strong systemic and paleographic indications that the Brahmi script derived from a Semitic prototype, which, mainly on historical grounds, is most likely to have been Aramaic. However, the details of this problem remain to be worked out, and in any case, it is unlikely that a complete letter-by-letter derivation will ever be possible; for Brahmi may have been more of an adaptation and remodeling, rather than a direct derivation, of the presumptive Semitic prototype, perhaps under the influence of a preexisting Indian tradition of phonetic analysis. However, the Semitic hypothesis 1s not so strong as to rule out the remote possibility that further discoveries could drastically change the picture. In particular, a relationship of some kind, probably partial or indirect, with the protohistoric Indus Valley script should not be considered entirely out of the question." Salomon 1998, hlm. 30
  2. ^ Meski semua capaian itu dikerdilkan oleh tradisi linguistik Sanskerta yang berpuncak pada tata bahasa terkenal dari Panini, yang berjudul Astadhyayi. Keanggunan dan kelengkapan arsitektur (tata bahasanya) belum bisa dilampaui oleh bahasa manapun, dan metode cerdasnya dalam mengelompokkan pemakaian dan penyebutannya, bahasa dan metabahasanya, dan teorema dan metateoremanya, mengungguli penemuan-penemuan penting dalam filsafat Barat selama beribu-ribu tahun.[25]
  3. ^ Tradisi gramatikal Sanskerta juga merupakan asal-usul ditemukannya angka "nol", yang begitu diadopsi sebagai sistem angka Arab, memungkinkan kita untuk melampaui notasi rumit aritmetika Romawi.[25]
  4. ^ Orang India yang melaporkan bahasa Sanskerta sebagai bahasa ibu mereka sebanyak 6.106 pada 1981, 49.736 pada 1991, 14.135 pada 2001, dan 24.821 pada 2011.[40]
  5. ^ William Jones (1786), dikutip oleh Thomas Burrow dalam The Sanskrit Language:[61] Bahasa Sanskerta, di samping kekunoannya, memiliki struktur yang menarik; lebih sempurna daripada Yunani, lebih lengkap daripada Yunani, lebih halus daripada keduanya, tetapi kedekatannya kuat, baik dalam akar kata kerja dan tata bahasanya, daripada yang dihasilkan secara kebetulan, sehingga tidak ada filolog yang mampu menguji ketiganya, sebelum meyakini bahwa ketiganya berasal dari "satu sumber yang sama", yang mungkin sudah tiada lagi. Ada alasan yang mirip, meski tak dipaksakan, untuk menganggap bahwa bahasa Got dan Kelt, meski berpadu dengan idiom berbeda, memiliki asal yang sama dengan Sanskerta dan Persia Kuno mungkin bisa dimasukkan dalam rumpun yang sama."
  6. ^ Traktat Mitanni diduga berangka abad ke-16 SM, tetapi masih diperdebatkan.[75]
  7. ^ Contoh kemiripan kosakata yang disorot dalam Weda adalah kata Dyaus Pita dalam bahasa Weda yang bermakna "Bapak Langit". Ekuivalen dengan bahasa Yunani Mikenai Zeus Pater, yang berevolusi menjadi Jupiter dalam Latin. Kesamaan frasa "Bapak Langit" juga ditemukan dalam bahasa Indo-Eropa lainnya.[79]
  8. ^ Pāṇini's use of the term lipi has been a source of scholarly disagreements. Harry Falk in his 1993 overview states that ancient Indians neither knew nor used writing script, and Pāṇini's mention is likely a reference to Semitic and Greek scripts.[96] In his 1995 review, Salomon questions Falk's arguments and writes it is "speculative at best and hardly constitutes firm grounds for a late date for Kharoṣṭhī. The stronger argument for this position is that we have no specimen of the script before the time of Ashoka, nor any direct evidence of intermediate stages in its development; but of course this does not mean that such earlier forms did not exist, only that, if they did exist, they have not survived, presumably because they were not employed for monumental purposes before Ashoka".[97] According to Hartmut Scharfe, Lipi of Pāṇini may be borrowed from the Old Persian Dipi, in turn derived from Sumerian Dup. Scharfe adds that the best evidence, at the time of his review, is that no script was used in India, aside from the Northwest Indian subcontinent, before around 300 BCE because Indian tradition "at every occasion stresses the orality of the cultural and literary heritage."[98] Kenneth Norman states writing scripts in ancient India evolved over the long period of time like other cultures, that it is unlikely that ancient Indians developed a single complete writing system at one and the same time in the Maurya era. It is even less likely, states Norman, that a writing script was invented during Ashoka's rule, starting from nothing, for the specific purpose of writing his inscriptions and then it was understood all over South Asia where the Ashoka pillars are found.[99] Jack Goody states that ancient India likely had a "very old culture of writing" along with its oral tradition of composing and transmitting knowledge, because the Vedic literature is too vast, consistent and complex to have been entirely created, memorized, accurately preserved and spread without a written system.[100] Falk disagrees with Goody, and suggests that it is a Western presumption and inability to imagine that remarkably early scientific achievements such as Pāṇini's grammar (5th to 4th century BCE), and the creation, preservation and wide distribution of the large corpus of the Brahmanic Vedic literature and the Buddhist canonical literature, without any writing scripts. Johannes Bronkhorst disagrees with Falk, and states, "Falk goes too far. It is fair to expect that we believe that Vedic memorisation—though without parallel in any other human society—has been able to preserve very long texts for many centuries without losing a syllable. [...] However, the oral composition of a work as complex as Pāṇini's grammar is not only without parallel in other human cultures, it is without parallel in India itself. [...] It just will not do to state that our difficulty in conceiving any such thing is our problem".[101]
  9. ^ Pali is also an extinct language.[115]
  10. ^ The oldest surviving Sanskrit inscription in the Kathmandu valley is dated to 464 CE.[140]

Referensi

sunting
  1. ^ Uta Reinöhl (2016). Grammaticalization and the Rise of Configurationality in Indo-Aryan. Oxford University Press. hlm. xiv, 1–16. ISBN 978-0-19-873666-0. 
  2. ^ https://web.archive.org/web/20090411183701/http://www.censusindia.gov.in/Census_Data_2001/Census_Data_Online/Language/Statement5.htm.
  3. ^ http://www.censusindia.gov.in/2011Census/Language-2011/Statement-1.pdf.
  4. ^ a b Jain, Dhanesh (2007). "Sociolinguistics of the Indo-Aryan languages". Dalam George Cardona; Dhanesh Jain. The Indo-Aryan Languages. Routledge. hlm. 47–66, 51. ISBN 978-1-135-79711-9. In the history of Indo-Aryan, writing was a later development and its adoption has been slow even in modern times. The first written word comes to us through Asokan inscriptions dating back to the third century BC. Originally, Brahmi was used to write Prakrit (MIA); for Sanskrit (OIA) it was used only four centuries later (Masica 1991: 135). The MIA traditions of Buddhist and Jain texts show greater regard for the written word than the OIA Brahminical tradition, though writing was available to Old Indo-Aryans. 
  5. ^ a b Salomon, Richard (2007). "The Writing Systems of the Indo-Aryan Languages". Dalam George Cardona; Dhanesh Jain. The Indo-Aryan Languages. Routledge. hlm. 67–102. ISBN 978-1-135-79711-9. Although in modern usage Sanskrit is most commonly written or printed in Nagari, in theory, it can be represented by virtually any of the main Brahmi-based scripts, and in practice it often is. Thus scripts such as Gujarati, Bangla, and Oriya, as well as the major south Indian scripts, traditionally have been and often still are used in their proper territories for writing Sanskrit. Sanskrit, in other words, is not inherently linked to any particular script, although it does have a special historical connection with Nagari. 
  6. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Sanskerta". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  7. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  8. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  9. ^ "Bahasa Sanskerta". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue. 
  10. ^ Sanskerta di Kamus Besar Bahasa Indonesia
  11. ^ Apte, Vaman Shivaram (1957). Revised and enlarged edition of Prin. V.S. Apte's The practical Sanskrit-English Dictionary. Poona: Prasad Prakashan. hlm. 1596. from संस्कृत saṃskṛitə past passive participle: Made perfect, refined, polished, cultivated. -तः -tah A word formed regularly according to the rules of grammar, a regular derivative. -तम् -tam Refined or highly polished speech, the Sanskṛit language; संस्कृतं नाम दैवी वागन्वाख्याता महर्षिभिः ("named sanskritam the divine language elaborated by the sages") from Kāvyadarśa.1. 33. of Daṇḍin 
  12. ^ Roger D. Woodard (2008). The Ancient Languages of Asia and the Americas. Cambridge University Press. hlm. 1–2. ISBN 978-0-521-68494-1. The earliest form of this 'oldest' language, Sanskrit, is the one found in the ancient Brahmanic text called the Rigveda, composed c. 1500 BC. The date makes Sanskrit one of the three earliest of the well-documented languages of the Indo-European family – the other two being Old Hittite and Myceanaean Greek – and, in keeping with its early appearance, Sanskrit has been a cornerstone in the reconstruction of the parent language of the Indo-European family – Proto-Indo-European. 
  13. ^ a b c Bauer, Brigitte L.M. (2017). Nominal Apposition in Indo-European: Its forms and functions, and its evolution in Latin-romance. De Gruyter. hlm. 90–92. ISBN 978-3-11-046175-6.  for detailed comparison of the languages, see pages 90–126
  14. ^ a b c d Ramat, Anna Giacalone; Ramat, Paolo (2015). The Indo-European Languages. Routledge. hlm. 26–31. ISBN 978-1-134-92187-4. 
  15. ^ Dyson, Tim (2018). A Population History of India: From the First Modern People to the Present Day. Oxford University Press. hlm. 14–15. ISBN 978-0-19-882905-8. Although the collapse of the Indus valley civilization is no longer believed to have been due to an ‘Aryan invasion’ it is widely thought that, at roughly the same time, or perhaps a few centuries later, new Indo-Aryan-speaking people and influences began to enter the subcontinent from the north-west. Detailed evidence is lacking. Nevertheless, a predecessor of the language that would eventually be called Sanskrit was probably introduced into the north-west sometime between 3,900 and 3,000 years ago. This language was related to one then spoken in eastern Iran; and both of these languages belonged to the Indo-European language family. 
  16. ^ Pinkney, Andrea Marion (2014). "Revealing the Vedas in 'Hinduism': Foundations and issues of interpretation of religions in South Asian Hindu traditions". Dalam Bryan S. Turner; Oscar Salemink. Routledge Handbook of Religions in Asia. Routledge. hlm. 38–. ISBN 978-1-317-63646-5. According to Asko Parpola, the Proto-Indo-Aryan civilization was influenced by two external waves of migrations. The first group originated from the southern Urals (c. 2100 BCE) and mixed with the peoples of the Bactria-Margiana Archaeological Complex (BMAC); this group then proceeded to South Asia, arriving around 1900 BCE. The second wave arrived in northern South Asia around 1750 BCE and mixed with the formerly arrived group, producing the Mitanni Aryans (c. 1500 BCE), a precursor to the peoples of the Ṛgveda. Michael Witzel has assigned an approximate chronology to the strata of Vedic languages, arguing that the language of the Ṛgveda changed through the beginning of the Iron Age in South Asia, which started in the Northwest (Punjab) around 1000 BCE. On the basis of comparative philological evidence, Witzel has suggested a five-stage periodization of Vedic civilization, beginning with the Ṛgveda. On the basis of internal evidence, the Ṛgveda is dated as a late Bronze Age text composed by pastoral migrants with limited settlements, probably between 1350 and 1150 BCE in the Punjab region. 
  17. ^ Michael C. Howard 2012, hlm. 21
  18. ^ Pollock, Sheldon (2006). The Language of the Gods in the World of Men: Sanskrit, Culture, and Power in Premodern India. University of California Press. hlm. 14. ISBN 978-0-520-24500-6. Once Sanskrit emerged from the sacerdotal environment ... it became the sole medium by which ruling elites expressed their power ... Sanskrit probably never functioned as an everyday medium of communication anywhere in the cosmopolis—not in South Asia itself, let alone Southeast Asia ... The work Sanskrit did do ... was directed above all toward articulating a form of ... politics ... as celebration of aesthetic power. 
  19. ^ Burrow (1973), hlm. 62–64.
  20. ^ Cardona, George; Luraghi, Silvia (2018). "Sanskrit". Dalam Bernard Comrie. The World's Major Languages. Taylor & Francis. hlm. 497–. ISBN 978-1-317-29049-0. Sanskrit (samskrita- 'adorned, purified') refers to several varieties of Old Indo-Aryan whose most archaic forms are found in Vedic texts: the Rigveda (Ṛgveda), Yajurveda, Sāmveda, Atharvaveda, with various branches. 
  21. ^ Alfred C. Woolner (1986). Introduction to Prakrit. Motilal Banarsidass. hlm. 3–4. ISBN 978-81-208-0189-9. If in 'Sanskrit' we include the Vedic language and all dialects of the Old Indian period, then it is true to say that all the Prakrits are derived from Sanskrit. If on the other hand 'Sanskrit' is used more strictly of the Panini-Patanjali language or 'Classical Sanskrit,' then it is untrue to say that any Prakrit is derived from Sanskrit, except that Sauraseni, the Midland Prakrit, is derived from the Old Indian dialect of the Madhyadesa on which Classical Sanskrit was mainly based. 
  22. ^ Lowe, John J. (2015). Participles in Rigvedic Sanskrit: The syntax and semantics of adjectival verb forms. Oxford University Press. hlm. 1–2. ISBN 978-0-19-100505-3. It consists of 1,028 hymns (suktas), highly crafted poetic compositions originally intended for recital during rituals and for the invocation of and communication with the Indo-Aryan gods. Modern scholarly opinion largely agrees that these hymns were composed between around 1500 BCE and 1200 BCE, during the eastward migration of the Indo-Aryan tribes from the mountains of what is today northern Afghanistan across the Punjab into north India. 
  23. ^ Witzel, Michael (2006). "Early Loan Words in Western Central Asia: Indicators of Substrate Populations, Migrations, and Trade Relations". Dalam Victor H. Mair. Contact And Exchange in the Ancient World. University of Hawaii Press. hlm. 158–190, 160. ISBN 978-0-8248-2884-4. The Vedas were composed (roughly between 1500-1200 and 500 BCE) in parts of present-day Afghanistan, northern Pakistan, and northern India. The oldest text at our disposal is the Rgveda (RV); it is composed in archaic Indo-Aryan (Vedic Sanskrit). 
  24. ^ Shulman, David (2016). Tamil. Harvard University Press. hlm. 17–19. ISBN 978-0-674-97465-4. (p. 17) Similarly, we find a large number of other items relating to flora and fauna, grains, pulses, and spices—that is, words that we might expect to have made their way into Sanskrit from the linguistic environment of prehistoric or early-historic India. ... (p. 18) Dravidian certainly influenced Sanskrit phonology and syntax from early on ... (p 19) Vedic Sanskrit was in contact, from very ancient times, with speakers of Dravidian languages, and that the two language families profoundly influenced one another. 
  25. ^ a b Evans, Nicholas (2009). Dying Words: Endangered languages and what they have to tell us. John Wiley & Sons. hlm. 27–. ISBN 978-0-631-23305-3. 
  26. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Evans-20092
  27. ^ Glenn Van Brummelen (2014). "Arithmetic". Dalam Thomas F. Glick; Steven Livesey; Faith Wallis. Medieval Science, Technology, and Medicine: An Encyclopedia. Routledge. hlm. 46–48. ISBN 978-1-135-45932-1. The story of the growth of arithmetic from the ancient inheritance to the wealth passed on to the Renaissance is dramatic and passes through several cultures. The most groundbreaking achievement was the evolution of a positional number system, in which the position of a digit within a number determines its value according to powers (usually) of ten (e.g., in 3,285, the "2" refers to hundreds). Its extension to include decimal fractions and the procedures that were made possible by its adoption transformed the abilities of all who calculated, with an effect comparable to the modern invention of the electronic computer. Roughly speaking, this began in India, was transmitted to Islam, and then to the Latin West. 
  28. ^ Lowe, John J. (2017). Transitive Nouns and Adjectives: Evidence from Early Indo-Aryan. Oxford University Press. hlm. 58. ISBN 978-0-19-879357-1. The term ‘Epic Sanskrit’ refers to the language of the two great Sanskrit epics, the Mahabharata and the Ramayana. ... It is likely, therefore, that the epic-like elements found in Vedic sources and the two epics that we have are not directly related, but that both drew on the same source, an oral tradition of storytelling that existed before, throughout, and after the Vedic period. 
  29. ^ Lowe, John J. (2017). Transitive Nouns and Adjectives: Evidence from Early Indo-Aryan. Oxford University Press. hlm. 53. ISBN 978-0-19-879357-1. The desire to preserve understanding and knowledge of Sanskrit in the face of ongoing linguistic change drove the development of an indigenous grammatical tradition, which culminated in the composition of the Astadhyayi, attributed to the grammarian Panini, no later than the early fourth century BCE. In subsequent centuries, Sanskrit ceased to be learnt as a native language, and eventually ceased to develop as living languages do, becoming increasingly fixed according to the prescriptions of the grammatical tradition. 
  30. ^ a b Lowe, John J. (2015). Participles in Rigvedic Sanskrit: The Syntax and Semantics of Adjectival Verb Forms. Oxford University Press. hlm. 2–. ISBN 978-0-19-100505-3. The importance of the Rigveda for the study of early Indo-Aryan historical linguistics cannot be underestimated. ... its language is ... notably similar in many respects to the most archaic poetic texts of related language families, the Old Avestan Gathas and Homer's Iliad and Odyssey, respectively the earliest poetic representatives of the Iranian and Greek language families. Moreover, its manner of preservation, by a system of oral transmission which has preserved the hymns almost without change for 3,000 years, makes it a very trustworthy witness to the Indo-Aryan language of North India in the second millennium BC. Its importance for the reconstruction of Proto-Indo-European, particularly in respect of the archaic morphology and syntax it preserves, ... is considerable. Any linguistic investigation into Old Indo-Aryan, Indo-Iranian, or Proto-Indo-European cannot avoid treating the evidence of the Rigveda as of vital importance. 
  31. ^ Staal 1986.
  32. ^ Filliozat 2004, hlm. 360–375.
  33. ^ Filliozat 2004, hlm. 139.
  34. ^ Gazzola, Michele; Wickström, Bengt-Arne (2016). The Economics of Language Policy. MIT Press. hlm. 469–. ISBN 978-0-262-03470-8. The Eighth Schedule recognizes India's national languages as including the major regional languages as well as others, such as Sanskrit and Urdu, which contribute to India's cultural heritage. ... The original list of fourteen languages in the Eighth Schedule at the time of the adoption of the Constitution in 1949 has now grown to twenty-two. 
  35. ^ Groff, Cynthia (2017). The Ecology of Language in Multilingual India: Voices of Women and Educators in the Himalayan Foothills. Palgrave Macmillan UK. hlm. 58–. ISBN 978-1-137-51961-0. As Mahapatra says: “It is generally believed that the significance for the Eighth Schedule lies in providing a list of languages from which Hindi is directed to draw the appropriate forms, style and expressions for its enrichment” ... Being recognized in the Constitution, however, has had significant relevance for a language's status and functions. 
  36. ^ "Indian village where people speak in Sanskrit". BBC News (dalam bahasa Inggris). 22 December 2014. Diakses tanggal 30 September 2020. 
  37. ^ a b c Sreevastan, Ajai (10 August 2014). Where are the Sanskrit speakers?. Chennai: The Hindu. Diakses tanggal 11 October 2020. Sanskrit is also the only scheduled language that shows wide fluctuations — rising from 6,106 speakers in 1981 to 49,736 in 1991 and then falling dramatically to 14,135 speakers in 2001. “This fluctuation is not necessarily an error of the Census method. People often switch language loyalties depending on the immediate political climate,” says Prof. Ganesh Devy of the People's Linguistic Survey of India. ... Because some people “fictitiously” indicate Sanskrit as their mother tongue owing to its high prestige and Constitutional mandate, the Census captures the persisting memory of an ancient language that is no longer anyone's real mother tongue, says B. Mallikarjun of the Center for Classical Language. Hence, the numbers fluctuate in each Census. ... “Sanskrit has influence without presence,” says Devy. “We all feel in some corner of the country, Sanskrit is spoken.” But even in Karnataka's Mattur, which is often referred to as India's Sanskrit village, hardly a handful indicated Sanskrit as their mother tongue. 
  38. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Ruppel2017
  39. ^ Annamalai, E. (2008). "Contexts of multilingualism". Dalam Braj B. Kachru; Yamuna Kachru; S. N. Sridhar. Language in South Asia. Cambridge University Press. hlm. 223–. ISBN 978-1-139-46550-2. Some of the migrated languages ... such as Sanskrit and English, remained primarily as a second language, even though their native speakers were lost. Some native languages like the language of the Indus valley were lost with their speakers, while some linguistic communities shifted their language to one or other of the migrants’ languages. 
  40. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama sreevastan-thehindu-sanskrit
  41. ^ Distribution of the 22 Scheduled Languages – India / States / Union Territories – Sanskrit (PDF), Census of India, 2011, hlm. 30, diakses tanggal 4 October 2020 
  42. ^ Seth, Sanjay (2007). Subject Lessons: The Western Education of Colonial India. Duke University Press. hlm. 171–. ISBN 978-0-8223-4105-5. 
  43. ^ Angus Stevenson & Maurice Waite 2011, hlm. 1275
  44. ^ a b Shlomo Biderman 2008, hlm. 90.
  45. ^ Will Durant 1963, hlm. 406.
  46. ^ Sir Monier Monier-Williams (2005). A Sanskrit-English Dictionary: Etymologically and Philologically Arranged with Special Reference to Cognate Indo-European Languages. Motilal Banarsidass. hlm. 1120. ISBN 978-81-208-3105-6. 
  47. ^ Louis Renou & Jagbans Kishore Balbir 2004, hlm. 1-2.
  48. ^ Annette Wilke & Oliver Moebus 2011, hlm. 62–66 with footnotes.
  49. ^ Guy L. Beck 2006, hlm. 117–123.
  50. ^ Southworth, Franklin (2004), Linguistic Archaeology of South Asia, Routledge, hlm. 45, ISBN 978-1-134-31777-6 
  51. ^ Jared Klein; Brian Joseph; Matthias Fritz (2017). Handbook of Comparative and Historical Indo-European Linguistics: An International Handbook. Walter De Gruyter. hlm. 318–320. ISBN 978-3-11-026128-8. 
  52. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Woodard12
  53. ^ "Ancient tablet found: Oldest readable writing in Europe". National Geographic. 1 April 2011. 
  54. ^ Rose, Jenny (18 August 2011). Zoroastrianism: A guide for the perplexed. Bloomsbury Publishing. hlm. 75–76. ISBN 978-1-4411-2236-0. 
  55. ^ Dani, Ahmad Hasan; Masson, Vadim Mikhaĭlovich (1999). History of Civilizations of Central Asia. Motilal Banarsidass. hlm. 357–358. ISBN 978-81-208-1407-3. 
  56. ^ Colin P. Masica 1993, hlm. 34.
  57. ^ Levin, Saul (24 October 2002). Semitic and Indo-European. Current Issues in Linguistic Theory #226. II: Comparative morphology, syntax, and phonetics. John Benjamins Publishing Company. hlm. 431. ISBN 9781588112224. OCLC 32590410.  ISBN 1588112225
  58. ^ Bryant, Edwin Francis; Patton, Laurie L. The Indo-Aryan Controversy: Evidence and inference in Indian history. Psychology Press. hlm. 208. 
  59. ^ Robins, R.H. (2014). General Linguistics. Routledge. hlm. 346–347. ISBN 978-1-317-88763-8. 
  60. ^ J. P. Mallory & D. Q. Adams 2006, hlm. 6.
  61. ^ Burrow 1973, hlm. 6.
  62. ^ Colin P. Masica 1993, hlm. 36-38.
  63. ^ Burrow 1973, hlm. 30–32.
  64. ^ Burrow 1973, hlm. 30–34.
  65. ^ a b Meier-Brügger, Michael (2003). Indo-European Linguistics. Walter de Gruyter. hlm. 20. ISBN 978-3-11-017433-5. 
  66. ^ MacDonell 2004.
  67. ^ Keith, A. Berriedale (1993). A History of Sanskrit Literature. Motilal Banarsidass. hlm. 4. ISBN 978-81-208-1100-3. 
  68. ^ Barbara A. Holdrege 2012, hlm. 229–230.
  69. ^ Bryant 2001, hlm. 66–67.
  70. ^ Louis Renou & Jagbans Kishore Balbir 2004, hlm. 5–6.
  71. ^ Cardona, George (2012). Sanskrit Language. Encyclopaedia Britannica. 
  72. ^ a b Witzel, M. (1997). Inside the Texts, Beyond the Texts: New approaches to the study of the Vedas (PDF). Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. Diakses tanggal 17 July 2018. 
  73. ^ Harold G. Coward 1990, hlm. 3–12, 36–47, 111–112, Note: Sanskrit was both a literary and spoken language in ancient India..
  74. ^ a b Cohen, Signe (2017). The Upanisads: A complete guide. Taylor & Francis. hlm. 11–17. ISBN 978-1-317-63696-0. 
  75. ^ Bryant 2001, hlm. 249.
  76. ^ Robinson, Andrew (2014). India: A Short History. Thames & Hudson. hlm. 56–57. ISBN 978-0-500-77195-2. 
  77. ^ Lowe, John Jeffrey (2015). Participles in Rigvedic Sanskrit: The syntax and semantics of adjectival verb forms. Oxford University Press. hlm. 2–3. ISBN 978-0-19-870136-1. 
  78. ^ Stephanie W. Jamison & Joel P. Brereton 2014, hlm. 10–11, 72.
  79. ^ Stephanie W. Jamison & Joel P. Brereton 2014, hlm. 50.
  80. ^ Stephanie W. Jamison & Joel P. Brereton 2014, hlm. 66–67.
  81. ^ Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism: A Social History from Ancient Benares to Modern Colombo. Routledge. hlm. 24–25. ISBN 978-1-134-90352-8. 
  82. ^ Gérard Huet; Amba Kulkarni; Peter Scharf (2009). Sanskrit Computational Linguistics: First and Second International Symposia Rocquencourt, France, October 29–31, 2007 Providence, RI, USA, May 15–17, 2008, Revised Selected Papers. Springer. hlm. v–vi. ISBN 978-3-642-00154-3. 
  83. ^ Cardona, George (1998), Pāṇini: A Survey of Research, Motilal Banarsidass, hlm. 268, ISBN 978-81-208-1494-3 
  84. ^ The Editors of Encyclopaedia Britannica (2013). Ashtadhyayi, Work by Panini. Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 23 October 2017. Ashtadhyayi, Sanskrit Aṣṭādhyāyī ("Eight Chapters"), Sanskrit treatise on grammar written in the 6th to 5th century BCE by the Indian grammarian Panini. 
  85. ^ Staal, Frits (April 1965). "Euclid and Pāṇini". Philosophy East and West. 15 (2): 99–116. 
  86. ^ Harold G. Coward 1990, hlm. 13–14, 111.
  87. ^ Pāṇini; Sumitra Mangesh Katre (1989). Aṣṭādhyāyī of Pāṇini. Motilal Banarsidass. hlm. xix–xxi. ISBN 978-81-208-0521-7. 
  88. ^ Harold G. Coward 1990, hlm. 13-14, 111.
  89. ^ Louis Renou & Jean Filliozat. L'Inde Classique, manuel des etudes indiennes, vol.II pp.86–90, École française d'Extrême-Orient, 1953, reprinted 2000. ISBN 2-85539-903-3.
  90. ^ Angot, Michel. L'Inde Classique, pp.213–215. Les Belles Lettres, Paris, 2001. ISBN 2-251-41015-5
  91. ^ Yuji Kawaguchi; Makoto Minegishi; Wolfgang Viereck (2011). Corpus-based Analysis and Diachronic Linguistics. John Benjamins Publishing Company. hlm. 223–224. ISBN 978-90-272-7215-7. 
  92. ^ John Bowman (2005). Columbia Chronologies of Asian History and Culture. Columbia University Press. hlm. 728. ISBN 978-0-231-50004-3. 
  93. ^ Salomon 1998, hlm. 11.
  94. ^ Juhyung Rhi (2009). "On the Peripheries of Civilizations: The Evolution of a Visual Tradition in Gandhāra". Journal of Central Eurasian Studies. 1: 5, 1–13. 
  95. ^ Rita Sherma; Arvind Sharma (2008). Hermeneutics and Hindu Thought: Toward a Fusion of Horizons. Springer. hlm. 235. ISBN 978-1-4020-8192-7. 
  96. ^ Falk, Harry (1993). Schrift im alten Indien: ein Forschungsbericht mit Anmerkungen (dalam bahasa German). Gunter Narr Verlag. hlm. 109–167. 
  97. ^ Salomon, Richard (1995). "Review: On the Origin of the Early Indian Scripts". Journal of the American Oriental Society. 115 (2): 271–278. doi:10.2307/604670. JSTOR 604670. 
  98. ^ Scharfe, Hartmut (2002), Education in Ancient India, Handbook of Oriental Studies, Leiden, Netherlands: Brill, hlm. 10–12 
  99. ^ Oskar von Hinüber (1989). Der Beginn der Schrift und frühe Schriftlichkeit in Indien. Akademie der Wissenschaften und der Literatur. hlm. 241–245. ISBN 9783515056274. OCLC 22195130. 
  100. ^ Jack Goody (1987). The Interface Between the Written and the Oral . Cambridge University Press. hlm. 110–124. ISBN 978-0-521-33794-6. 
  101. ^ Johannes Bronkhorst (2002), Literacy and Rationality in Ancient India, Asiatische Studien / Études Asiatiques, 56(4), pages 803–804, 797–831
  102. ^ Louis Renou & Jagbans Kishore Balbir 2004, hlm. 53.
  103. ^ Louis Renou & Jagbans Kishore Balbir 2004, hlm. 53–54.
  104. ^ Burrow 1973, hlm. 33–34.
  105. ^ a b c d A. M. Ruppel 2017, hlm. 378–383.
  106. ^ Arthur Anthony Macdonell (1997). A Sanskrit Grammar for Students. Motilal Banarsidass. hlm. 236–244. ISBN 978-81-208-0505-7. 
  107. ^ Louis Renou & Jagbans Kishore Balbir 2004, hlm. 1–59.
  108. ^ Fleet, John Faithfull (1907). Corpus Inscriptionum Indicarum Vol 3 (1970)ac 4616. hlm. 153, Line 14 of the inscription. 
  109. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama wright-sanskrit-first
  110. ^ Alfred C. Woolner (1986). Introduction to Prakrit. Motilal Banarsidass. hlm. 6, context: 1–10. ISBN 978-81-208-0189-9. 
  111. ^ Clarence Maloney (1978). Language and Civilization Change in South Asia. Brill Academic. hlm. 111–114. ISBN 978-90-04-05741-8. 
  112. ^ Shastri, Gaurinath Bhattacharyya (1987). A Concise History of Classical Sanskrit Literature. Motilal Banarsidass. hlm. 18–19. ISBN 978-81-208-0027-4. 
  113. ^ Johansson, Rune Edvin Anders (1981). Pali Buddhist Texts: Explained to the beginner. Psychology Press. hlm. 7. ISBN 978-0-7007-1068-3. Pali is known mainly as the language of Theravada Buddhism. ... Very little is known about its origin. We do not know where it was spoken or if it originally was a spoken language at all. The ancient Ceylonese tradition says that the Buddha himself spoke Magadhi and that this language was identical to Pali. 
  114. ^ a b c Dundas, Paul (2003). The Jains. Routledge. hlm. 69–70. ISBN 978-0-415-26606-2. 
  115. ^ "Ethnologue report for language code: pli". Ethnologue. Diakses tanggal 20 July 2018. 
  116. ^ P.S. Krishnavarma (1881). Sanskrit as a living language in India: Journal of the National Indian Association. Henry S. King & Company. hlm. 737–745. 
  117. ^ a b c Gaurinath Bhattacharyya Shastri (1987). A Concise History of Classical Sanskrit Literature. Motilal Banarsidass. hlm. 20–23. ISBN 978-81-208-0027-4. 
  118. ^ a b c d Deshpande 2011, hlm. 218–220.
  119. ^ Moriz Winternitz (1996). A History of Indian Literature. Motilal Banarsidass. hlm. 42–46. ISBN 978-81-208-0264-3. 
  120. ^ Deshpande 2011, hlm. 222–223.
  121. ^ Etinne Lamotte (1976), Histoire du buddhisme indien, des origines à l'ère saka, Tijdschrift Voor Filosofie 21 (3):539–541, Louvain-la-Neuve: Université de Louvain, Institut orientaliste
  122. ^ Sheldon Pollock (1996). "The Sanskrit Cosmopolis, A.D. 300–1300: Transculturation, Vernacularization, and the Question of Ideology". Dalam Jan Houben. Ideology and Status of Sanskrit: Contributions to the history of the Sanskrit language. Leiden New York: E.J. Brill. hlm. 197–199; for context and details, please see 197–239. ISBN 978-90-04-10613-0. 
  123. ^ a b Reinöhl, Uta (2016). Grammaticalization and the rise of configurationality in Indo-Aryan. Oxford University Press. hlm. 120–121. 
  124. ^ Hock, Hans Henrich; Bashir, E.; Subbarao, K.V. (2016). The languages and linguistics of South Asia a comprehensive guide. Berlin de Gruyter Mouton. hlm. 94–95. 
  125. ^ Hart, George (1976). The relation between Tamil and classical Sanskrit literature. Wiesbaden: O. Harrassowitz. hlm. 317–320. ISBN 3447017856. 
  126. ^ Shulman, David Dean (2016). Tamil : a biography. London, UK: The Belknap Press Of Harvard University Press. hlm. 12–14, 20. 
  127. ^ Sheldon Pollock (1996). Jan E. M. Houben, ed. Ideology and Status of Sanskrit. BRILL Academic. hlm. 197–223 with footnotes. ISBN 978-90-04-10613-0. 
  128. ^ William S.-Y. Wang; Chaofen Sun (2015). The Oxford Handbook of Chinese Linguistics. Oxford University Press. hlm. 6–19, 203–212, 236–245. ISBN 978-0-19-985633-6. 
  129. ^ Burrow 1973, hlm. 63-66.
  130. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama scharf233
  131. ^ Jinah Kim (2013). Receptacle of the Sacred: Illustrated Manuscripts and the Buddhist Book Cult in South Asia. University of California Press. hlm. 8, 13–15, 49. ISBN 978-0-520-27386-3. 
  132. ^ a b Pieter C. Verhagen (1994). A History of Sanskrit Grammatical Literature in Tibet. BRILL. hlm. 159–160. ISBN 978-90-04-09839-8. 
  133. ^ Salomon 1998, hlm. 154-155.
  134. ^ Salomon 1998, hlm. 158-159.
  135. ^ Salomon 1998, hlm. 155-157.
  136. ^ a b Salomon 1998, hlm. 158.
  137. ^ Salomon 1998, hlm. 157.
  138. ^ Salomon 1998, hlm. 155.
  139. ^ William M. Johnston (2013). Encyclopedia of Monasticism. Routledge. hlm. 926. ISBN 978-1-136-78716-4. 
  140. ^ a b Todd T. Lewis; Subarna Man Tuladhar (2009). Sugata Saurabha An Epic Poem from Nepal on the Life of the Buddha by Chittadhar Hridaya. Oxford University Press. hlm. 343–344. ISBN 978-0-19-988775-0. 
  141. ^ Salomon 1998, hlm. 159-160.
  142. ^ Patrick Olivelle (2006). Between the Empires: Society in India 300 BCE to 400 CE. Oxford University Press. hlm. 356. ISBN 978-0-19-977507-1. 
  143. ^ Salomon 1998, hlm. 152-153.
  144. ^ Rewi Alley (1957). Journey to Outer Mongolia: a diary with poems. Caxton Press. hlm. 27–28. 
  145. ^ a b Salomon 1998, hlm. 153–154.
  146. ^ Gian Luca Bonora; Niccolò Pianciola; Paolo Sartori (2009). Kazakhstan: Religions and Society in the History of Central Eurasia. U. Allemandi. hlm. 65, 140. ISBN 978-88-42217-558. 
  147. ^ Bjarke Frellesvig (2010). A History of the Japanese Language. Cambridge University Press. hlm. 164–165, 183. ISBN 978-1-139-48880-8. 
  148. ^ Donald S. Lopez Jr. (2017). Hyecho's Journey: The World of Buddhism. University of Chicago Press. hlm. 16–22, 33–42. ISBN 978-0-226-51806-0. 
  149. ^ Salomon 1998, hlm. 160 with footnote 134.
  150. ^ Cynthia Groff (2013). Jo Arthur Shoba and Feliciano Chimbutane, ed. Bilingual Education and Language Policy in the Global South. Routledge. hlm. 178. ISBN 978-1-135-06885-1. 
  151. ^ "Sanskrit second official language of Uttarakhand". The Hindu. 21 January 2010. ISSN 0971-751X. Diakses tanggal 2 October 2018. 
  152. ^ "HP Assy clears three Bills, Sanskrit becomes second official language". 

Daftar pustaka

sunting

Daftar pustaka

sunting