Latinisasi bahasa Sanskerta

Bahasa Sanskerta memiliki banyak cara transkripsi dalam huruf Latin (Romanisasi), yang sekarang paling banyak dipakai ialah cara International Alphabet of Sanskrit Transliteration (IAST).

Sejarah

sunting

Teks-teks bahasa Sanskerta yang pertama-tama awalnya diturunkan dengan cara dihafalkan dan pengulang-ulangan. India pada masa pasca-Harappa tidak memiliki system untuk menuliskan bahasa-bahasa India sampai ditemukannya aksara Kharosti dan Brahmi.; Sistem-sistem penulisan ini meski cukup untuk menuliskan bahasa Indik Pertengahan, tidaklah cukup untuk menuliskan bahasa Sanskerta. Akan tetapi keturunan aksara Brahmi telah dimodifikasikan sedemikian rupa sehingga bisa dipakai untuk menuliskan bahasa Sanskerta dengan menggunakan detail fonetik yang tepat. Teks fisik awal bahasa Sanskerta adalah sebuah prasasti batu yang dikeluarkan oleh penguasa Ksatrapa Barat; Rudradaman yang ditulis pada tahun 150 Masehi di Junagadh, Gujarat. Berkat penyebaran luar biasa berbagai macam jenis variasi aksara Brahmi pada Abad Pertengahan, maka hari ini tidak ada sebuah aksara yang secara unik dipakai untuk menuliskan bahasa Sanskerta. Sebaliknya, para pakar Sanskerta bisa menuliskan bahasa ini dalam bentuk aksara apapun yang dipakai untuk menuliskan bahasanya sendiri. Biar bagaimanapun, semenjak akhir Abad Pertengahan, ada sebuah kecenderungan untuk menggunakan aksara Dewanagari dalam menuliskan teks-teks Sanskerta yang dimaksudkan dibaca khalayak ramai.

Para peneliti Barat pada abad ke-19, mengambil dan menggunakan aksara Dewanagari untuk suntingan-suntingan teks Sanskerta. Editio princeps Rgweda oleh Max Müller dicetak menggunakan aksara Dewanagari, dan merupakan tour de force dalam dunia percetakan kala itu. Pembuat huruf-huruf cetak Müller di London bersaing dengan pembuat huruf cetak di St. Petersburg yang sedang menggarap kamus Böhtlingk dan Roth dalam membuat huruf-huruf ligatur yang diperlukan.

Mulai permulaan, para pakar Sanskerta dari Barat juga merasakan adanya keperluan sebuah sistem ejaan huruf Latin untuk bahasa ini. Franz Bopp pada 1816 memakai sebuah skema romanisasi, di samping aksara Dewanagari, yang berbeda dengan IAST dalam mengungkapkan panjangnya vokal dengan aksen sirkumfleks (â, î, û), dan hembusan dengan spiritus asper (misalkan untuk IAST bh). Fonem desis IAST dan ś dieja dengan spiritus asper dan lenis, jadi (sʽ, sʼ). Monier-Williams dalam kamusnya pada tahun 1899 menggunakan dan sh untuk IAST ś dan .

Mulai akhir abad ke-19, ketertarikan Dunia Barat untuk mencetak bahasa Sanskerta menggunakan aksara Dewanagari menurun. Theodor Aufrecht pada tahun 1877 menerbitkan suntingan teksnya mengenai Rgweda dalam huruf Latin dan Arthur Macdonell dengan Vedic grammar (“Tatabahasa Weda”) pada tahun 1910 (dan Vedic grammar for students (“Tatabahasa Weda untuk mahasiswa”) pada tahun 1916) menggunakan huruf Latin tanpa Dewanagari (sementara buku pengantarnya Sanskrit grammar for students tetap menggunakan Dewanagari di samping huruf Latin). Suntingan-suntingan teks Sanskerta dari Barat semasa sebagian besar menggunakan IAST.

Standar IAST dibakukan pada Congress of Orientalists di Athena pada tahun 1912. Fonem-fonem Sanskerta pada urutan tradisional ditranskripsikan secara berikut:

Vokal dan kode
Devanāgarī Transkripsi Kategori
a A monophthongs
and syllabic liquids
ā Ā
i I
ī Ī
u U
ū Ū
e E diphthongs
ai Ai
o O
au Au
अं anusvara
अः visarga
' avagraha
Konsonan
velars palatals retroflexes dentals labials Kategori

k  K

c  C

ṭ  Ṭ

t  T

p  P
tenuis stops

kh  Kh

ch  Ch

ṭh  Ṭh

th  Th

ph  Ph
aspirated stops

g  G

j  J

ḍ  Ḍ

d  D

b  B
voiced stops

gh  Gh

jh  Jh

ḍh  Ḍh

dh  Dh

bh  Bh
breathy-voiced stops

ṅ  Ṅ

ñ  Ñ

ṇ  Ṇ

n  N

m  M
nasal stops

h  H

y  Y

r  R

l  L

v  V
approximants
 
ś  Ś

ṣ  Ṣ

s  S
  sibilants

Skema ASCII

sunting

Pada akhir abad ke-20, penyuntingan teks Sanskerta di komputer menjadi bermasalah. Tidak adanya tanda-tanda diakritis (aksen) menuju ke penciptaan romanisasi menggunakan karakter ASCII. Dengan beredarnya peselancar yang mampu menampilkan karakter Unicode pada tahun 2000-an, sebagian besar publikasi online menggunakan IAST, namun ASCII masih tetap populer pada korespondensi e-mail karena mudah dimsukkan. Sebuah segi buruk ASCII ialah bahwa romanisasi ini sensitif terhadap huruf besar dan kecil. Dengan ini, nama-nama pribadi tidak bisa dikapitalisasikan.

Harvard-Kyoto

sunting
a A i I u U R RR lR lRR
e ai o au
M H
k kh g gh G
c ch j jh J
T Th D Dh N
t th d dh n
p ph b bh m
y r l v
z S s h

ITRANS

sunting

ITRANS memiliki tujuan untuk mengalihaksarakan ke ASCII semua jenis aksara Indik (termasuk aksara Nusantara) sehingga bahasa Sanskerta hanya menggunakan sebagian saja.

a     A     i      I      u      U
R^i   R^I   L^i    L^I
e     ai     o     au     
M     H
k     kh     g     gh     ~N
ch    Ch     j     jh     ~n
T     Th     D     Dh     N
t     th     d     dh     n
p     ph     b     bh     m
y     r      l     v
sh    S      s     h

Romanisasi bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia

sunting
Lihat pula Kata-kata serapan dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia Modern

Karena sudah sangat lama dikenal di Nusantara, kata-kata Sanskerta ini sering kali sudah tidak dikenali lagi dan sudah masuk ke kosakata dasar. Selain itu perlu disadari bahwa kata-kata Sanskerta yang ada dalam bahasa Indonesia modern tidak semuanya diserap secara langsung dari bahasa Sanskerta namun juga dari bahasa Jawa Kuno, selain yang diwarisi langsung dari bahasa Melayu. Kata-kata yang diwarisi langsung dari bahasa Melayu Klasik ini, diwarisi melalui perantaraan huruf Jawi pula yang sering kali mengaburkan bentuk asli kata-kata tersebut. Oleh karena itu sungguhlah sulit untuk menetapkan sistem romanisasi bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia.