Lompat ke isi

Wangkelang, Kandangserang, Pekalongan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wangkelang
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPekalongan
KecamatanKandangserang
Kode Kemendagri33.26.01.2008 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk2.144 jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°6′28″S 109°32′5″E / 7.10778°S 109.53472°E / -7.10778; 109.53472

Wangkelang adalah desa di kecamatan Kandangserang, Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Wangkelang terletak 6 KM dari pusat kecamatan Kandangserang dan 25 KM dari Kajen pusat Pemerintahan Kabupaten Pekalongan. Secara topografi desa Wangkelang berada di Pegunungan dengan ketinggian 600 MDPL.Secara administrasi desa Wangkelang berbatasan dengan Desa Tajur, dan Desa Kutorojo di Utara, Desa Lambanggelum di Timur, desa Notogiwang di Selatan, Desa Kandangserang dan Desa Lambur di Barat.

Wangkelang masih terbagi menjadi 7 wilayah antara lain,Pelabuhan,Kemlokolegi,Krajan,Kelang,Sigerot,Pakisireng,dan Wonoserno. Walaupun terbagi 7 bagian,namun RT/RW di situ tergabung menjadi 9 RT/RW-nya. Penduduk wangkelang sebagian banyak pekerjaannya dalam perantauan ke Jakarta atau ke sekitarnya,dan bagian tersedikit pekerja sebagai petani di sawah yang berdekatan dengan 2 dukuh yaitu,Kemlokolegi dan Kelang/Sigerot. Desa Wangkelang merupakan bagian dari wilayah.

Asal Usul desa Wangkelang

[sunting | sunting sumber]

Masing- masing nama pedukuhan dan nama tempat-tempat tertentuTersebut memiliki cerita rakyat sendiri-sendiri, cerita yang berkembang dariMulut ke mulut sejak zaman penjajahan di masing-masing pedukuhan salingBerhubungan antara dukuh yang satu dengan dukuh yang lain. Cerita ini Merupakan Warisan dari nenek moyang dan diwariskan turun temurun.

Asal Mula Nama Dukuh Pakisireng

[sunting | sunting sumber]

Dahulu kala di hutan belantara (sekarang sekitar Desa Wangkelang) terjadi peristiwa rebutan Putri Tanjung antara Bupati sedayu dengan Bupati Luwuk (Bupati sedayu berasal dari Paninggaran dan Bupati Luwuk berasal dari Kajen ). Kedua Bupati tersebut membuat kesepakatan untuk saling adu kekuatan di Sipedhut yang berada dihutan Sikebo (sekarang hutan merupakan lindung yang berada di dekat dukuh Pakisireng). Bupati sedayu memilikitangan kanan dalam peperangan (senopati perang) bernama Mbah Jata Sura dan memiliki senjata (aji-aji) berupa keris yang bernama Keris Sipedhut. Keris ini memiliki khasiat bagi siapa saja yang mempunyai niat jahat kepada pemilik KerisSipedhut dia tidak akan dapat melihatnya. Akhir dari peperangan tersebut dimenangkan oleh Bupati Sedayu dari Paninggaran, tetapi Bupati Luwuk tidak bisa menerima kekalahanya. Untuk membuktikan kesaktian dirinya, Bupati sedayu menciptakan batu yang amat besar dan batu tadidirajut dengan akar.melihat kesaktian bupati Sedayu akhirnya Bupati Luwuk merasa miris dan mundur dari arena peperangan.

Di akhir cerita peperangan dimenangkan oleh Bupati sedayu, kemudian rombongan Bupati Sedayumeneruskan perjalanan pulang ke Paninggaran. Sebelum meneruskan perjalanan rombongan ini menetap agak lama di sekitar daerah ini, disaat istirahat ini rombongan Bupati sedayu menemukan keanehan. Keanehannya ketika Bupati Sedayu ketika iseng-iseng memetik daun pakis disekitar tempat peristirahatan, seperti pada umumnya bahwa daun pakis yang dipetik akan mengeluarkan getah putih, betapa kagetnya Bupati Sedayu ketika daun pakis yang dipetiknya mengeluarkan getah hitam. Karena Bupati sedayu menemukan keanehan ditempat ini, kemudian Bupati Sedayu meninggalkan sabda ( ucapan ) Besuk jika jaman sudah makmur daerah (dukuh) ini berilah nama PAKISIRENG. Sampai sekarang dukuh ini bernama PAKISIRENG, OLEH Pemerintah desa Wangkelang daerah ini di tetapkan menjadi Dukuh PAKISIRENG dan ditetapkan menjadi RW IV yang terdiri dari RT 08 danRT 10.

Asal Mula Nama Dukuh Wanasirna

[sunting | sunting sumber]

Setelah istirahat dan mengucapkan sabda di daerah Pakisireng, kemudian rombongan Bupati Sedayu melanjutkan perjalannya ke arah Timur masuk ke hutan belantara, tetapi hutan belantara ini sulit dilalui bahkan jalannya buntu. Rombongan Bupati Sedayu hanya berputar-putar dihutan belantara tersebut, karena kelelahan akibat jalan yang dilalui tersebut buntunkemudian Bupati sedayu mengeluarkan sabda (ucapan) yang kedua kalinya, sabdanya “Besuk jika jaman sudah makmur daerah ini berilah nama WANASIRNA “. Wanasirna berasal dari kata wana (alas) dan sirna (hilang), sampai sekarang oleh Pemerintah Desa Wangkelang daerah yang dulunya hutan belantara iniditetapkan menjadi Dukuh WANASIRNA dan ditetapkan menjadi RW IV yang terdiri dari RT 09.

Asal Mula Nama Dukuh Pelabuhan

[sunting | sunting sumber]

Setelah rombongan Bupati sedayu terjebak di hutan belantara yang jalanya buntu kemudi rombongan Bupati Sedayu keluar dari hutan ini dan melanjutkan perjalanan ke arah barat, tetapi rombongan ini menghentikan perjalannya karena dihadapannya terhalang oleh sebuah telaga. Disaat pemberhentiannya ini kemudian Bupati Sedayu mengucapkan sabda yang ketiga kalinya bunyinya sabda tersebut adalah “Besuk jika jaman sudah makmur daerah ini berilah nama dukuh PELABUHAN”. Kata pelabuhan berarti tempat berlabuh / tempat yang berisi air, ada juga yang mengartikan labuh = mulai (tempat memulai).

Sampai sekarang Dukuh Pelabuhan ini merupakan dukuh yang tanahnya banyak mengandung air, jika musim kemarau panjang banyak warga dari dukuh sekitar yang lingkunganya kekurangan air menuju dukuh ini untuk memenui kebutuhan air. Didukuh pelabuhan ini memang agak aneh, walaupun dukuh ini berada pada posisi agak tinggi dengan dukuh lain,Dukuh pelabuhan memiliki sumber mata air yang tidak pernah kering, bahkan ketika dukuh lain kekeringan akibat musim kemarau sumur didukuh ini yang dalamnya hanya 3 sampai 4 meter tetap dapat menyimpan air. Pemerintah Desa Wangkelang menetapkan daerah ini menjadi dukuh pelabuhandan ditetapkan menjadi RW II yang terdiri dari RT 03,RT 04 dan RT05.

Asal Mula Nama Dukuh Kemlakalegi.

[sunting | sunting sumber]

Disaat Bupati sedayu melakukan perjalanan setelah melakuka peperangan dengan Bupati Luwuk rombongan ini beristirahat didekat pohon kemlaka, buah kemlaka biasanya memiliki rasa masam setengah pahit, tetapi lagi-lagi rombongan ini menemukan keanehan yaitu salah satu dari rombongan ini memetik buah kemlaka tadi dan memakannya dan anehnya buah kemlaka tadi terasa msanis (bahasa jawa: legi) Disinilah kemudian bupati Sedayu mengucapkan sabda yang kesekian kalinya “Besuk jika jaman sudah maju daerah ini berilah nama KEMLAKALEGI”.Sampai sekarang Pemerintah desa wangkelang menetapkan nama dukuh ini KEMLAKALEGI yang merupakan bagian dari RW II dan dukuh ini menjadi RT 02.

Asal Mula Nama Dukuh Krajan

[sunting | sunting sumber]

Dimasa pengembaraannya Pangeran Sedayu dan rombongannya menetap agak lama didaerah ini, untuk mengatur kehidupan masyarakat sekitar, Senopati jata sura dan Bupati Sedayu bermusyawarah ditengah-tengah Desa, dan tempat ini selanjutnya diberi nama Dukuh Tengah atau DUKUH KRAJAN (Kerajaan tempat berkumpulnya pemimpin waktu itu).

Sampai sekarang dukuh ini di kenal dengan nama dukuh tengah atau krajan oleh pemerintah Desa Wangkelang.didukuh ini memang merupakan pusat domisili pemimpin atau Kepala Desa sejak beberapa periode,bahkan sejak jaman dulu Kepala Desa Wangkelang berasal daridukuh Krajan ini. Pusat Pemerintahan Desa juga didukuh ini, Walaupun jumlah Warganya paling sedikit diantara dukuh-dukuh yang lain,sekarang Dukuh Krajan menjadi RW 01 / RT 01.

Asal Mula Nama Dukuh Wangkelang

[sunting | sunting sumber]

Dalam pengembaraan selanjutnya Bupati sedayu dan Senopati Jata sura berkeliling dukuh yang telah beliau beri nama, ada satu dukuh yang masyarakatnya mempunyai sifat keras kepala membela kebenaran (kaku), sulit diatur jika sudah mempunyai pendirian, lugu tanpa basa basi dan bersikap terus terang, (bahasa jawa : Wangkeng). Karena masyarakat didukuh tersebut berkarakter wangkeng,maka Bupati Sedayu memberi nama dukuh tersebut menjadi DUKUH WANGKELANG (sekarang Dukuh Wangkelang menjadi RW III/ RT 06 dan RT 07).

Asal Mula Nama Tanjakan Jaga Sura

[sunting | sunting sumber]

Bupati Sedayu kemudian beristirahat (mesanggrah) ditepi telaga tersebut. di tengah-tengah peristirahatannya ternyata Bupati Luwuk datang dan ingin melnjutkan peperangannya, tanpa membuang waktu Bupati Sedayu memerintahkan Senopati Jata Sura untuk membuat pintu dari batu, pintu tersebut diberi nama Selo Matangkep yang berarti batu berdampingan. Selo matangkep tersebut berda di Gunung lumbung sisi sebelah barat yang dulunya berfungsi untuk mencegah musuh. Bupati Sedayu memerintahkan Senopati Jata Sura untuk menjaga selo metangkep jika ada musuh datang supaya tidak bisa masuk dan tidak dapat menyerang. Untuk menjaga Selo Metangkep tersebut Senopati Jata Sura membuat pesanggrahan dibawah pohon Nogo Sari. Bupati Sedayu mengucapkan “Jata Sura kamu akan mendapat makanandari orang-orang yang melewati tempat pesanggrahanmu ini” dan “Bagi siapa saja yang melewati daerah ini harus meletakan makanan “. Sampai sekarang penulis sering melihat makanan,rokok, bahkan uang receh tergeletak di tempat ini yang mungkin diletakkan oleh orang lewat yang mempercayai cerita ini.daerah ini berada ditebing Gunung Lumbung berupa jalan yang menanjak, sekarang lebih dikenal dengan Tanjakan Jaga.

Daftar kepala desa Wangkelang

[sunting | sunting sumber]
Daftar Kepala desa Wangkelang[1]
No Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan
1 Bapak Kondran tanpa keterangan tanpa keterangan
2 Bapak Cartam tanpa keterangan tanpa keterangan
3 Bapak Ruji tanpa keterangan tanpa keterangan
4 Duslam tanpa keterangan tanpa keterangan
5 Bapak Waslim/Dayamah 1919 1928
6 Bapak Dakup/Muin 1929 1949
7 Bapak Datri 1949 1950
8 Bapak Dulbari 1951 1988
9 Bapak Rubiman 1989 1998
10 Bapak Rasul 1999 2013
11 Bapak Casmo 2014 2019

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]