Vaskulitis
Vaskulitis adalah penyakit autoimun yang menyerang sistem kekebalan tubuh terutama di bagian pembuluh darah baik arteri dan vena. Sistem imun yang menyerang pembuluh darah ini berujung pada inflamasi bahkan pecahnya pembuluh darah[1]. Vaskulitis juga digambarkan ketika pembuluh darah melemah, kemudian meregang lebih besar atau lebih sempit sampai menutupi semuanya.[2]
Kasus vaskulitis terbilang langka. Di Amerika Serikat kasusnya terjadi kurang dari 200.000 kasus. Sedangkan vaskulitis pada bagian kulit terjadi sekitar 15,4-29,7 kasus per seribu tahun. Kasus vaskulitis berjenis Henoch-Schonlein Purpura(HSP) terjadi sebanyak 13-20 kasus per 100.000 populasi.[1]
Penyebab dan Gejala
[sunting | sunting sumber]Gejala yang ditimbulkan penyakit vaskulitis berbeda-beda tergantung jenis dan tempatnya. Namun pada umumnya memiliki tanda seperti demam, berat badan turun drastis, sulit bernapas, mati rasa dibagian alat gerak, munculnya bintik-bintik merah, benjolan atau luka bisul di kulit[1]. Jika vaskulitis terjadi di kulit maka akan muncul noda ungu atau kemerahan.
Penyebab vaskulitis belum diketahui secara pasti, tetapi pada beberapa kasus penyakit ini disebabkan oleh infeksi kronis(jangka panjang dan menahun), hepatitis C, dan hepatitis B.[1][2]
Jenis
[sunting | sunting sumber]Jenis vaskulitis pun bervariasi. Salah satunya vaskulitis yang terjadi pada pembuluh darah kapiler. Ada juga jenis vaskulitis yang terjadi di pembuluh sedang dan besar. Walau jarang ditemui kasusnya, tetapi akibatnya bisa fatal karena dapat mengganggu suplai makanan ke otak, jantung, paru-paru, ginjal dan hati. Dengan kondisi tersebut penderita bisa saja mengalami stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal.[2]
Penanganan
[sunting | sunting sumber]Sebagai langkah awal, biasanya akan dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya vaskulitis. Pendeteksian tersebut melalui biopsi yang akan memeriksa adanya kerusakan pembuluh darah. Selain itu juga bisa melalui tes darah yang akan mendeteksi adanya zat ANCA (antineutrophil cytiplasmic antibodies)[2]
Pada kasus vaskulitis ringan penanganan dapat dilakukan dengan pemberian obat antimalarial seperti planquenil(hydroxycloroquine), immunosuppressants contohnya azasaz/imuran. Sedangkan pada kasus vaskulitis berat, dokter akan memberikan obat golongan zat glukokokortikoid yaitu steroid seperti prednisone dan prednisolone. Pemberian obatan-obatan ini berfungsi meringankan peradangan tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping serius. Sebagai alternatifnya, dokter biasaya memberikan obat penekan kekebalan tubuh, contohnya siklofosfamid yang efeknya lebih ringan. Pada beberapa kasus dilakukan juga kemoterapi dan pembedahan jika kerusakan pada tubuh sudah parah.[1]