Cibarusah, Bekasi
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Cibarusah | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Bekasi | ||||
Pemerintahan | |||||
• Camat | Muhamad Kurnaepi | ||||
Populasi | |||||
• Total | 74,587 jiwa | ||||
Kode Kemendagri | 32.16.22 | ||||
Kode BPS | 3216030 | ||||
Desa/kelurahan | 7 | ||||
|
Cibarusah (Aksara Sunda: ᮎᮤᮘᮛᮥᮞᮂ) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Pada masa penjajahan Cibarusah adalah Tanah Partikelir atau tanah swasta yang dimiliki oleh tuan tanah yang sangat luas bernama "Land Tjibaroesa", bagian dari Karesidenan Buitenzorg, Hindia Belanda yang diakusisi oleh Hindia Belanda menjadi Kawedanan Jonggol yang saat ini wilayahnya menjadi bagian Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Pada tahun 1950, Cibarusah digabungkan ke dalam wilayah Kabupaten Jatinegara/Bekasi. Cibarusah merupakan sebuah wilayah yang cukup strategis, karena dekat dengan beberapa pusat perekonomian terkenal seperti Jakarta. Kecamatan ini juga menjadi salah satu penghubung penting antara Bogor atau Depok dengan Karawang.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]
Awal mula terbentuknya Tanah Partikelir Cibarusah atau Land Tjibaroesa tidak terlepas dari kebangkrutan VOC serta krisis yang terjadi pada Kerajaan Belanda akibat dianeksasi oleh Prancis. Untuk mempertahankan wilayah koloni Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels tidak memiliki uang. Lalu untuk memperkuat (pulau) Jawa sebagai sumber pendapatan, maka untuk membangun kota-kota utama, membentuk militer yang kuat dan membangun jalan yang terintegrasi, Daendels membuat kebijakan yang tidak lazim (meniru VOC), yakni menjual lahan-lahan yang potensial untuk mendapatkan uang segar. Sebanyak enam bidang lahan dijual kepada swasta. Lahan-lahan yang dijual tersebut termasuk sebuah daerah yang luas, tidak terurus dan sangat sepi di timur Bogor, yang kemudian setelah dijual dinamai Land Tjibaroesa.
Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari 9 kelompok pemukiman dengan 3 gabungan kelompok besar antara lain Buitenzorg (wilayah tengah), Tjibaroesa/Cibarusah (wilayah timur dan utara) dan Jasinga (wilayah barat) yang digabungkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron van Inhof menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. [3]
Pada tahun 1908 Kabupaten Bogor memiliki 5 kawedanan yang dipimpin oleh seorang demang, yaitu (Buitenzorg, Tjibaroesa, Cibinong, Parung, dan Leuwiliang). Kemudian untuk memudahkan tugas distrik dibentuklah sejumlah onderdistrik yang dikepalai oleh asisten demang. Pemberitaan dari koran Het Vaderland dan Nieuws van den Daag voor Nederlandsch-Indië.
Penduduk land Tjibaroesa dalam perdagangan tidak lagi mengandalkan Sungai Tjipamingkis dan Sungai Tjibeet (Oost Djonggol Rivier) yang jalurnya tembus ke Tempuran Sungai Tjitaroem, tetapi telah mengembangkan jalan darat dari Tjibaroesa ke Tjikarang melalui Lemah Abang. Jalur darat telah memperpendek jalur sungai dari Tjibaroesa ke Tjikarang yang membuat jarak tempuh lebih singkat paling tidak hingga ke Tjikarang. Sedangkan bagian penghubung dengan Bekasi biasanya melaui Sungai Tji Leungsi (West Djonggol Rivier) melalui Kebantenan.[4]
Sementara itu, jalur perdagangan via darat bagi Warga di Land Tjibaroesa dapat melalui Bekasi via Tjilengsi dan belakangan dibuka jalur darat ke Lemah Abang. Pilihan perdagangan dari land Tjibaroesa ke land Tjikarang membuat dua land ini dalam hal perdagangan menjadi terintegrasi. Dalam arsitektur wilayah, Asisten Residen Buitenzorg di Buitenzorg mengharapkan produk dari land Tjibaroesa mengalir ke district Tjibinong, tetapi kenyataannya justru mengalir ke pantai utara melalui Tjikarang. Ini menjadi dilematis bagi pemerintah di Buitenzorg. Terlebih pembangunan jalur rel dogong pada tahun 1930an dari Lemah Abang ke Jonggol yang dikenal Djonggol dogong-spoorlijn, membuat jarak antara Land Tjibaroesa dengan District Tjibinong atau Residen Buitenzorg lebih jauh ketimbang menuju pantai utara.
Pada tahun 1937 - 1938, pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan aneksasi terhadap tanah - tanah partikelir di wilayah jajahannya, sebagian tanah partikelir dijadikan struktur pemerintah bernama kawedanan yang tunduk sepenuhnya terhadap pemerintah Hindia Belanda sehingga Land Tjibaroesa menjadi Kawedanan Jonggol, sementara bagian utara yaitu, Lemah Abang digabungkan kedalam Kawedanan Cikarang.
Pada tahun 1963 terjadi penghapusan struktur Kawedanan di seluruh Indonesia sehingga Kawedanan Jonggol dihapuskan, dan sebagian wilayah nya dibagi ke tiga Kabupaten, yaitu Bogor, Bekasi dan Karawang.[5]
Masuknya wilayah Cibarusah kedalam Kabupaten Bekasi tak terlepas dari pembubaran Kabupaten Jatinegara yang kemudian wilayahnya digabungkan ke Kota Praja Jakarta, sementara wilayah lainnya berdiri menjadi Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang. Karena wilayah otonomi baru Kabupaten Bekasi untuk ukuran saat itu dinilai terlalu kecil maka digabungkanlah sebagian wilayah Utara dari Kawedanan Jonggol.
Sejarah Awal
[sunting | sunting sumber]Pada awalnya, Sunda Kelapa merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Daerah ini berhasil direbut oleh Fatahilah pada 22 Juni 1527. Namanya diganti menjadi Jayakarta, yang berarti "keunggulan yang sempurna". Fatahilah diangkat menjadi pemimpin di Jayakarta hingga ia meninggal pada 1570. Selanjutnya, jabatan Adipati Jayakarta dipegang oleh Ki Bagus Angke hingga 1596. Setelah itu, ia digantikan oleh Pangeran Jayakarta Wijayakrama.
Pada tahun 1619, VOC menyerang Jayakarta. Karena situasi yang terdesak, Pangeran Jayakarta Wijayakrama memerintahkan anaknya, Pangeran Senapati untuk pergi dari Jayakarta dan mengumpulkan kekuatan baru di daerah pesisir dan pedalaman untuk melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Sementara itu, Jayakarta jatuh ke tangan VOC. Namanya diganti menjadi "Batavia".
Pangeran Senapati, bersama keluarga, pasukan dan pengikutnya berangkat pergi dari Jayakarta, melalui jalur laut pantai utara Sunda, lalu ke arah timur, kemudian perjalanan darat ke selatan. Mereka bergerak melewati Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci, hingga akhirnya mereka sampai di suatu hutan jati.[6]
Pangeran Senopati menganggap kawasan hutan ini cocok sebagai tempat persembunyian. Mereka membuka hutan ini, dan membangun pemukiman baru. Pangeran Senapati bersama pengikutnya mendirikan sebuah Masjid sebagai pusat pemukiman ini.[7] Masjid ini diberi nama Masjid Al Mujahidin. Masjid ini pertama kali dibangun menggunakan kayu jati yang melimpah disana.
Ketika Masjid Al Mujahidin sudah didirikan, pengikut Pangeran Senopati kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi syarat sah bersuci untuk menunaikan shalat. Ketika pencarian sumber air bersih berhasil, salah satu ulama yang menyertai Pangeran berujar dalam bahasa Sunda "Tah, ieu cai baru sah", yang artinya "Nah, air ini baru sah". Oleh sebab itu, daerah ini dinamakan Cibarusah. Sementara itu, pemukiman ini dinamakan Kampung Babakan Cibarusah.
Oleh masyarakat Cibarusah, Pangeran Senopati dikenal sebagai "Uyut Sena" atau "Mbah Sena". Hingga kini, keturunan Pangeran Sena masih ada di Kampung Babakan Cibarusah. Keturunan beliau dapat dikenali dengan gelar Raden yang disematkan pada nama mereka.[7]
Sejak abad 17, nama Cibarusah sempat menjadi nama sebuah Tanah Partikelir di Karasidenan Bogor, bernama "Land Tjibaroesa". Pusat dari Land Tjibaroesa/Cibarusah berada di Kampung Babakan, Cibarusah.
Ringkasan
[sunting | sunting sumber]Linimasa Kewilayahan Cibarusah
- Pada zaman VOC, wilayah ini masuk ke dalam administrasi Residentie Buitenzorg dan menjadi pendiri daerah Buitenzorg/Bogor.
- Pasca kebangkrutan VOC, Cibarusah menjadi sebuah District swasta yang sangat luas membawahi beberapa tanah - tanah partikelir (particulier land), dan District Cibarusah (Tjibaroesa) masuk ke dalam wilayah administrasi Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia.
- Tahun 1938-1950: Wilayah Kawedanan Jonggol eks District Tjibaroesa (berdasarkan SK Wali Negeri Pasundan No. 12). Wilayah Kawedanan Jonggol meliputi: Jonggol, Gunung Putri, Cileungsi, Cibarusah, Setu, Cariu, Pangkalan, dan Karanggan
- Tahun 1950 (terhitung mulai 22 Juni): Kecamatan Cibarusah & Lemah Abang dimasukkan kedalam wilayah. Kabupaten Jatinegara (Pengumuman Bupati Jatinegara, 4 Agustus 1950)
- Tahun 1950-1980: Kecamatan Cibarusah resmi masuk ke dalam administrasi Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi setelah pemekaran dari Kabupaten Jatinegara pada tahun 1950.
- Tahun 1980-2000: Pada tahun 1980 sebagian wilayah Kecamatan Cibarusah dan Lemah Abang dimekarkan menjadi Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi (PP No. 23 Tahun 1980)
- Tahun 1984: Wilayah Desa Sukadami dimekarkan menjadi dua desa, yaitu Desa Sukadami dan Desa Serang
- Tahun 2000: Pada tahun 2000 wilayah timur dari Kecamatan Cibarusah dimekarkan menjadi Kecamatan Bojongmangu.
Demografi
[sunting | sunting sumber]Menurut data BPS, ada 14 kecamatan dengan dominasi suku Betawi yang menggunakan bahasa Melayu Betawi dan 9 kecamatan dengan dominasi menggunakan bahasa Sunda. Beberapa kecamatan dengan dominasi bahasa Sunda adalah Kecamatan Setu, Serang Baru, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cibarusah, Bojongmangu, Cikarang Timur, Kedungwaringin, dan Pebayuran.
Semua kecamatan tersebut memang berada di bagian selatan Kabupaten Bekasi. Kondisi ini membuat semakin menarik untuk dilakukan verifikasi pemetaan bahasa. Dengan adanya hasil peta bahasa dari kegiatan verifikasi pemetaan bahasa ke depannya, diharapkan situasi dan kondisi kebahasaan di Kabupaten Bekasi dapat tergambarkan dengan jelas batas penggunaan bahasanya antara bahasa Melayu Betawi dan bahasa Sunda.[8]
Geografi
[sunting | sunting sumber]Wilayah Kecamatan Cibarusah menjadi wilayah dengan ketinggian rata-rata tertinggi di Kabupaten Bekasi, yaitu 50 - 135 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan topografi sedikit berbukit. Cibarusah dahulunya yang menjadi bagian dari Buitenzorg. yang dikenal sebagai salah satu daerah pertanian yang subur. Sebelum bergabung dengan Kabupaten Jatinegara. Cibarusah wilayahnya sangat luas,
Kelurahan/Desa
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Di Cibarusah 3 Desa Terisolasi www.pikiran-rakyat.com
- ^ "Instagram". www.instagram.com. Diakses tanggal 2024-05-29.
- ^ web.archive.org https://web.archive.org/web/20220318102442/https://bogorkab.go.id/pages/sejarah-kabupaten-bogor. Diakses tanggal 2024-06-01. Tidak memiliki atau tanpa
|title=
(bantuan) - ^ megapolitan.antaranews.com https://megapolitan.antaranews.com/berita/288657/memerangi-limbah-industri-di-sungai-cileungsi. Diakses tanggal 2024-06-04. Tidak memiliki atau tanpa
|title=
(bantuan) - ^ "PERPRES No. 22 Tahun 1963 tentang Penghapusan Keresidenan dan Kewedanaan [JDIH BPK RI]". peraturan.bpk.go.id. Diakses tanggal 2022-05-24.
- ^ "Sasakala Cibarusah". Palataran Jabarnews. Diakses tanggal March 29, 2021.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b Agustia, Agustia (2012). "Dinamika Pemakaian Gelar Raden di Desa Cibarusah". Universitas Negeri Yogyakarta.
- ^ "Bahasa Di Kabupaten Bekasi". badanbahasa.kemdikbud.go.id.