Lompat ke isi

Brugia malayi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Brugia malayi
Brugia malayi Edit nilai pada Wikidata

B. malayi, apusan darah, pewarnaan Giemsa.
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesBrugia malayi Edit nilai pada Wikidata
Brug, 1927
Brugia malayi
Informasi umum

Brugia malayi (B. malayi) adalah sebuah nematoda (cacing) parasit yang merupakan salah satu penyebab filariasis limfatik.[1] B. malayi merupakan nematoda yang prevalen di daerah India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.[1]

Morfologi

[sunting | sunting sumber]

Cacing dewasa umumnya mirip dengan Wuchereria bancrofti, hanya saja cacing B. malayi lebih kecil.[2] Panjang cacing betina beriksar 43 hingga 55 mm, sedangkan panjang cacing jantan berkisar 13 hingga 23 mm.[2]

Cacing dewasa dapat memproduksi mikrofilaria di dalam tubuh manusia.[2] Mikrofilaria tersebut memiliki lebar berkisar 5 hingga 7 um dan panjang berkisar 130 hingga 170 um.[2] Cacing memiliki semacam selubung dan biasanya memiliki periodisitas nokturnal.[2]

Siklus hidup

[sunting | sunting sumber]
Siklus hidup B. malayi

Biasanya, vektor yang umum berperan dalam penyebaran B. malayi adalah nyamuk yang berasal dari genera Mansonia dan Aedes.[2] Ketika nyamuk menghisap darah manusia, nyamuk yang terinfeksi B. malayi menyelipkan larva B. malayi ke dalam inang manusia.[2] Di dalam tubuh manusia, larva B. malayi berkembang menjadi cacing dewasa yang biasanya menetap di dalam pembuluh limfa.[2] Cacing dewasa dapat memproduksi mikrofilaria yang dapat menyebar hingga mencapai darah tepi.[2] Ketika nyamuk menggigit manusia yang telah terinfeksi, mikrofilaria dapat terhisap bersamaan dengan darah kedalam perut nyamuk.[2]

Setelah masuk kedalam tubuh nyamuk, mikrofilaria menanggalkan selubungnya.[2] Mikrofilaria kemudian berenang melalui dinding proventikulus dan porsi kardiak (bagian dalam perut nyamuk), hingga mencapai otot toraksis (otot dada).[2] Di dalam otot toraksis, larva filaria berkembang menjadi larva tahap akhir.[2] Lava tahap akhir berenang melalui homocoel (rongga tubuh) hingga sampai pada prosbosis (sungut) nyamuk.[2] Ketika tiba di dalam probosis nyamuk, cacing tersebut siap menginfeksi inang manusia yang selanjutnya.[2]

Epidemiologi

[sunting | sunting sumber]

Infeksi B. malayi terbatas pada wilayah Asia.[3] Beberapa negara yang mempunyai prevalensi B. malayi antara lain adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan India.[3] Pada tahun 2008, Korea Selatan dan Tiongkok telah dinyatakan bebas dari infeksi cacing filariasis.[3] Tidak seperti Wuchereria brancofti, B. malayi dapat hidup pada inang primata atau kucing.[3]

Terdapat dua bentuk B. malayi yang dapat dibedakan bedasarkan periodisitas mikrofilarianya pada darah tepi.[4] Bentuk yang pertama, bentuk periodis nokturnal, hanya dapat ditemukan pada darah tepi pada malam hari.[4] Bentuk yang kedua, bentuk subperiodis, dapat ditemukan pada darah tepi setiap saat, hanya saja jumlah mikrofilaria terbanyak ditemukan di malam hari.[4]

Deteksi mikrofilaria di dalam darah atau di dalam cairan limfatik akan memastikan keberadaan infeksi B. malayi di dalam tubuh.[5] Pemeriksaan mikroskopis untuk mendeteksi morfologi B. malayi dapat membantu diagnosis.[5] Pewarnaan Giemsa, secara khusus, dapat mewarnai selubung B. malayi dengan warna merah muda.[5] Akan tetapi, karena sifat nokturnal yang dimiliki oleh beberapa galur B. malayi, pewarnaan darah utuk diagnosis tergolong menyulitkan.[5]

Esai berbasis reaksi polimerase berantai (polymerase chain reaction atau PCR) dapat mendeteksi infeksi B. malayi dengan sensitivitas tinggi.[5] Lebih jauh lagi, uji tersebut dapat digunakan untuk mengamati infeksi pada inang manusia maupun vektor nyamuk.[5]

Beberapa uji serologis dapat digunakan untuk mendeteksi kadar IgE yang naik pada tubuh pasien.[5] Diagnosis serologis tersebut dapat didukung oleh perhitungan kadar eosinofil dalam darah pasien.[5]

Pengobatan dan Pencegahan

[sunting | sunting sumber]

Pengobatan infeksi B. malayi, serupa dengan pengobatan infeksi W. brancrofti.[5] Obat antihistamin dan anti-peradangan digunakan untuk mengobati peradangan, rasa tidak nyaman, dan respon alergi.[5] Lebih jauh lagi, respon alergi dapat diringankan dengan konsumsi obat kortikosteroid.[5]

Beberapa obat dapat diberikan untuk memusnahkan parasit, termasuk Invermectin, yang masing-masing dosisnya dikonsumsi 6 bulan sekali.[5]

Tersumbatnya pembuluh darah limfa oleh parasit dapat menyebabkan pembengkakan.[5] Untuk gangguan peredaran limfa, pembedahan mungkin dibutuhkan untuk memperbaiki pembuluh yang tersumbat.[5]

Pada daerah endemik B. malayi, untuk mencegah infeksi, dietil karbamat (DEC) dapat diberikan kepada masyarakat untuk dikonsumsi.[5] Mencegah gigitan nyamuk menggunakan obat nyamuk, kelambu disaat tidur, atau pakaian berlengan panjang dapat menurunkan risiko infeksi B. malayi.[5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Viney ME, Read AF, Chappell LH (3 Jul 2003). Parasite Variation: Volume 125: Immunological and Ecological Significance. Cambridge University Press. ISBN 9780521536035. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris) Center for Disease Control and Prevention - USA (2 Nov 2010). "Biology - Life Cycle of Brugia malayi". Diakses tanggal 1 May 2014. 
  3. ^ a b c d (Inggris) Lee BB, Bergan J, Rockson SG (29 Jun 2011). Lymphedema: A Concise Compendium of Theory and Practice. Springer. ISBN 9780857295675. 
  4. ^ a b c (Inggris) Schwartz E (24 Nov 2009). Tropical Diseases in Travelers. John Wiley & Sons. ISBN 9781444316858. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris) Ridley J (22 Feb 2011). Parasitology for Medical and Clinical Laboratory Professionals. Cengage Learning. ISBN 9781435448162.