Lompat ke isi

Bayi tabung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Fertilisasi in vitro
Intervensi
Ilustrasi skematik IVF dengan injeksi sperma intrasitoplasmik.
ICD-10-PCS[1]
MeSHD005307

Fertilisasi in vitro atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation, IVF), atau sering disebut bayi tabung, adalah suatu proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar tubuh sang wanita: in vitro ("di dalam gelas kaca").

Proses ini melibatkan pemantauan dan stimulasi proses ovulasi seorang wanita, mengambil suatu ovum atau sel-sel telur dari ovarium (indung telur) wanita itu dan membiarkan sperma membuahi sel-sel tersebut di dalam sebuah medium cair di laboratorium. Sel telur yang telah dibuahi (zigot) dikultur selama 2–6 hari di dalam sebuah medium pertumbuhan dan kemudian dipindahkan ke rahim wanita yang sama ataupun wanita yang lain, dengan tujuan menciptakan keberhasilan kehamilan.

Teknik-teknik IVF dapat digunakan dalam berbagai jenis situasi, dan merupakan salah satu teknik dalam teknologi reproduksi dengan bantuan untuk penanganan infertilitas. Teknik-teknik IVF juga digunakan dalam surogasi kehamilan, yang dalam kasus ini sel telur yang telah dibuahi ditanam di dalam rahim 'titipan' wanita lain sehingga anak yang dilahirkan secara genetik tidak terkait dengan wanita tersebut. Dalam beberapa situasi, sel-sel sperma atau sel-sel telur donasi dapat digunakan. Sejumlah negara melarang atau sebaliknya melakukan regulasi ketersediaan pengerjaan IVF sehingga menimbulkan wisata fertilitas. Pembatasan atas ketersediaan IVF misalnya karena biaya dan usia untuk menghasilkan suatu kehamilan yang sehat dalam jangka waktu normal. Karena biaya prosedur ini, IVF umumnya diupayakan hanya setelah pilihan lain yang lebih murah telah gagal.

Kelahiran seorang "bayi tabung" pertama yang berhasil, yaitu Louise Brown, terjadi pada tahun 1978. Louise Brown dilahirkan sebagai hasil dari siklus alami IVF tanpa stimulasi. Robert G. Edwards mendapat penghargaan Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 2010, fisiolog yang terlibat dalam pengembangan proses ini bersama dengan Patrick Steptoe; Steptoe tidak memenuhi syarat untuk dipertimbangkan karena Penghargaan Nobel tidak diberikan secara anumerta.[1] Dengan donasi sel telur dan IVF, wanita yang melewati masa reproduktifnya atau telah mengalami menopause masih dapat hamil. Adriana Iliescu sempat memegang rekor sebagai wanita tertua yang melahirkan dengan menggunakan IVF dan sel telur dari donasi, ketika ia melahirkan pada tahun 2004 di usianya yang ke-66 tahun, sebelum rekornya terlampaui pada tahun 2006. Setelah menggunakan IVF, dikatakan bahwa banyak pasangan dapat hamil tanpa perawatan kesuburan.[2] Pada tahun 2012, diperkirakan bahwa lima juta anak telah lahir di seluruh dunia menggunakan IVF dan teknik reproduksi berbantu lainnya.[3]

Penggunaan medis

[sunting | sunting sumber]

Penggunaan IVF dimungkinkan untuk menangani infertilitas wanita, yang disebabkan karena masalah pada tuba fallopi sehingga mengalami kesulitan dalam fertilisasi in vivo. IVF juga dimungkinkan untuk menangani infertilitas pria, yang dalam situasi ini dapat digunakan injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI) dengan cara menginjeksi suatu sel sperma secara langsung ke dalam sel telur. Metode tersebut digunakan ketika sperma memiliki kesulitan untuk melakukan penetrasi pada sel telur, dan dalam kasus ini dapat digunakan sperma dari pasangan ataupun donor. ICSI juga digunakan ketika jumlah sel sperma sangat sedikit. Ketika terindikasi, ICSI digunakan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan IVF.

Menurut pedoman NICE Britania, penggunaan IVF adalah tepat dalam kasus infertilitas yang tak dapat dijelaskan bagi wanita yang belum hamil setelah 2 tahun hubungan seksual reguler tanpa kontrasepsi.[4] Aturan ini tidak berlaku di semua negara. (lih. infertilitas)

IVF juga dianggap cocok dalam kasus salah satu perluasannya menjadi kepentingan, yaitu, suatu prosedur yang biasanya tidak diperlukan dalam prosedur IVF itu sendiri, tetapi dianggap hampir tidak mungkin atau secara teknis sulit melaksanakannya tanpa secara serentak melaksanakan metode IVF. Perluasan tersebut misalnya diagnosis genetik praimplantasi (PGD) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan genetik, serta donasi sel telur dan surogasi di mana wanita yang menyediakan sel telur tidak sama dengan wanita yang akan menjalani kehamilan dalam jangka waktu normal.

Tingkat keberhasilan

[sunting | sunting sumber]

Tingkat keberhasilan IVF adalah persentase dari semua prosedur IVF yang memberikan hasil sesuai keinginan. Tergantung pada jenis kalkulasi yang digunakan, hasil tersebut mungkin merepresentasikan jumlah kehamilan yang terkonfirmasi, disebut tingkat kehamilan, atau jumlah kelahiran hidup, disebut tingkat kelahiran hidup. Tingkat keberhasilannya bergantung pada berbagai faktor variabel seperti usia maternal, penyebab infertilitas, status embrio, riwayat reproduksi, dan faktor-faktor gaya hidup.

Usia maternal (maternal age): kandidat IVF yang lebih muda lebih memungkinkan untuk hamil. Wanita yang usianya lebih dari 41 tahun lebih mungkin hamil dengan suatu sel telur donor.[5]

Riwayat reproduksi: wanita yang sebelumnya pernah hamil dalam banyak kasus lebih mungkin berhasil menggunakan IVF daripada wanita yang belum pernah hamil.[5]

Tingkat kelahiran hidup

[sunting | sunting sumber]

Tingkat atau angka kelahiran hidup adalah persentase semua siklus IVF yang menyebabkan kelahiran hidup. Tingkat ini tidak termasuk keguguran atau kelahiran mati, dan kelahiran kembar dihitung sebagai satu kehamilan. Sebuah ringkasan tahun 2012 disusun oleh Society for Reproductive Medicine yang melaporkan rata-rata tingkat keberhasilan IVF di Amerika Serikat untuk masing-masing kelompok umur yang menggunakan sel telur non-donor:[6]

<35 35-37 38-40 41-42 >45
Tingkat kehamilan 46,7 37,8 29,7 19,8 8,6
Tingkat kelahiran hidup 40,7 31,3 22,2 11,8 3,9

Pada tahun 2006, klinik-klinik di Kanada melaporkan tingkat kelahiran hidup 27%.[7] Tingkat kelahiran pada pasien yang lebih muda sedikit lebih tinggi, dengan tingkat keberhasilan 35,3% bagi yang berumur 21 tahun dan yang lebih muda, kelompok umur termuda yang dievaluasi. Tingkat keberhasilan pasien yang lebih tua juga lebih rendah dan menurun seiring dengan usia, dengan tingkat keberhasilan 27,4% bagi yang berumur 37 tahun dan tidak ada kelahiran hidup bagi yang usianya lebih dari 48 tahun, kelompok umur tertua yang dievaluasi.[8] Beberapa klinik dikatakan melebihi angka-angka tersebut, tetapi tidak mungkin memastikan apakah hal itu disebabkan oleh teknik yang lebih unggul atau pemilihan pasien tertentu, karena mungkin saja meningkatkan tingkat keberhasilan dengan cara menolak untuk menerima pasien tersulit atau dengan mengarahkan mereka ke siklus donasi oosit (yang dikompilasi secara terpisah). Selain itu, tingkat kehamilan dapat saja ditingkatkan dengan cara menempatkan beberapa embrio dengan risiko meningkatkan kemungkinan terjadinya kelahiran kembar.

Tingkat kelahiran hidup menggunakan sel-sel telur donor juga diberikan oleh SART dan mencakup semua kelompok umur yang menggunakan sel telur segar ataupun dicairkan.[9]

Embrio dari sel telur donor yang segar Embrio dari sel telur donor yang dicairkan
Tingkat kelahiran hidup 55,1 33,8

Karena tidak semua siklus IVF yang dimulai akan mengarah pada pengambilan oosit atau transfer embrio, laporan tingkat kelahiran hidup perlu menyebutkan denominator, yaitu siklus mulai IVF, pemulihan IVF, atau transfer embrio. Society for Assisted Reproductive Technology (SART) merangkum tingkat keberhasilan tahun 2008-2009 pada klinik-klinik di Amerika Serikat bagi siklus embrio segar yang tidak mencakup sel-sel telur donor dan menyajikan tingkat kelahiran hidup berdasarkan usia calon ibu, dengan angka tertinggi 41,3% per siklus mulai dan 47,3% per transfer embrio untuk pasien di bawah usia 35 tahun.

Upaya-upaya IVF dalam beberapa siklus menyebabkan peningkatan tingkat kelahiran hidup kumulatif. Tergantung pada kelompok demografis, suatu penelitian melaporkan 45% sampai 53% untuk tiga upaya, dan 51% sampai 71-80% untuk enam upaya.[10]

Tingkat kehamilan

[sunting | sunting sumber]

Tingkat kehamilan dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Di Amerika Serikat, tingkat kehamilan yang digunakan oleh Society for Assisted Reproductive Technology dan Centers for Disease Control (ditampilkan dalam tabel pada bagian Tingkat keberhasilan di atas) didasarkan pada gerak jantung janin yang diamati dalam pemeriksaan USG.

Ringkasan tahun 2009 yang disusun oleh Society for Reproductive Medicine mencakup data berikut ini untuk Amerika Serikat:[9]

<35 35-37 38-40 41-42
Tingkat kehamilan 47,6 38,9 30,1 20,5

Pada tahun 2006, klinik-klinik di Kanada melaporkan tingkat kehamilan rata-rata 35%.[7] Suatu penelitian di Prancis memperkirakan bahwa 66% pasien yang memulai penggunaan IVF berhasil memiliki anak (40% selama perawatan IVF dan 26% setelah penghentian IVF). Keberhasilan memiliki anak setelah penghentian IVF terutama disebabkan oleh adopsi (46%) atau kehamilan spontan (42%).[11]

Prediktor keberhasilan

[sunting | sunting sumber]

Yang telah dikemukakan sebagai faktor-faktor potensial utama yang mempengaruhi tingkat kehamilan (dan kelahiran hidup) dalam IVF yaitu usia maternal, durasi infertilitas atau subfertilitas, bFSH, dan jumlah oosit, semuanya mencerminkan fungsi ovarium.[12] Usia wanita yang optimal adalah 23–39 tahun pada saat penanganan IVF.[13]

Endometrium lapis-tiga dikaitkan dengan hasil IVF yang lebih baik.[14]

Biomarka yang mempengaruhi peluang kehamilan dengan IVF misalnya:

  • Jumlah folikel antral, dengan jumlah yang lebih tinggi memberikan tingkat keberhasilan lebih tinggi.[15]
  • Kadar hormon anti-Müllerian, dengan kadar yang lebih tinggi mengindikasikan lebih tingginya kemungkinan kehamilan,[15] serta kelahiran hidup setelah IVF, bahkan setelah penyesuaian usia.[16]
  • Faktor-faktor kualitas cairan semen bagi penyedia sel sperma.
  • Tingkat fragmentasi DNA[17] sebagaimana diukur, misalnya, berdasarkan uji komet, usia maternal lanjut, dan kualitas semen.
  • Wanita dengan genotipe FMR1 spesifik-ovarium, seperti het-normal/rendah, secara signifikan menurunkan peluang kehamilan dalam IVF.[18]
  • Elevasi progesteron (PE) pada hari induksi maturasi akhir dikaitkan dengan tingkat kehamilan yang lebih rendah dalam siklus IVF pada wanita yang menjalani stimulasi ovarium meggunakan gonadotropin dan analog GnRH.[19] Pada saat tersebut, dibandingkan dengan kadar progesteron di bawah 0,8 ng/ml, kadar antara 0,8 dan 1,1 ng/ml memberikan rasio peluang kehamilan sekitar 0,8, dan kadar antara 1,2 dan 3,0 ng/ml memberikan rasio peluang kehamilan antara 0,6 dan 0,7.[19] Di sisi lain, elevasi progesteron tampaknya tidak memberikan penurunan kesempatan untuk hamil dalam siklus pembekuan–pencairan dan siklus dengan donasi sel telur.[19]
  • Karakteristik sel-sel dari cumulus oophorus dan membrana granulosa, yang dengan mudah diaspirasi selama pengambilan oosit. Sel-sel tersebut terkait erat dengan oosit serta berbagi lingkungan-mikro yang sama, dan tingkat ekspresi gen-gen tertentu dalam sel-sel tersebut terkait dengan tingkat kehamilan yang lebih tinggi atau lebih rendah.[20]
  • Ketebalan endometrium (EMT) kurang dari 7 mm menurunkan tingkat kehamilan dengan rasio peluang sekitar 0,4 dibandingkan dengan EMT lebih dari 7 mm. Namun, ketebalan serendah itu dikatakan jarang terjadi, dan setiap penggunaan rutin parameter ini dipandang tidak dapat dibenarkan.[21]

Faktor risiko lainnya yang berpengaruh pada hasil IVF misalnya:

  • Merokok tembakau menurunkan kemungkinan IVF menghasilkan kelahiran hidup sebesar 34% dan meningkatkan risiko kehamilan IVF berakhir dengan keguguran sebesar 30%.[22]
  • Indeks massa tubuh (BMI) di atas 27 menyebabkan kecenderungan penurunan tingkat kelahiran hidup sebesar 33% setelah siklus pertama IVF dibandingkan dengan BMI antara 20 dan 27.[22] Selain itu, wanita hamil yang mengalami obesitas juga memiliki tingkat lebih tinggi dalam mengalami keguguran, diabetes gestasional, tekanan darah tinggi, tromboembolisme, dan masalah-masalah selama persalinan, serta mengarah pada peningkatan risiko janin mengalami kelainan bawaan.[22] Indeks massa tubuh yang ideal adalah 19–30.[13]
  • Oklusi tubal laparoskopik atau salpingektomi sebelum pelaksanaan IVF meningkatkan peluang bagi wanita dengan hidrosalping.[13][23]
  • Keberhasilan memperoleh kelahiran hidup dan/atau kehamilan terdahulu meningkatkan peluang.[13]
  • Asupan kafeina/alkohol yang rendah meningkatkan tingkat keberhasilan.[13]
  • Jumlah embrio yang dipindahkan dalam siklus pelaksanaan.[24]
  • Kualitas embrio
  • Beberapa penelitian juga mengemukakan kalau penyakit autoimun turun memainkan peran dalam menurunkan tingkat keberhasilan IVF karena mengganggu implantasi embrio secara tepat setelah pemindahan.[18]

Aspirin terkadang diresepkan untuk wanita dengan tujuan meningkatkan kemungkinan perkandungan melalui IVF, tetapi tidak ada cukup bukti yang memperlihatkan efektivitasnya.[25][26]

Sebuah tinjauan dan meta-analisis tahun 2013 atas uji acak terkendali akupunktur sebagai suatu terapi adjuvan dalam IVF tidak menemukan manfaatnya secara keseluruhan. Disimpulkan perlunya studi lebih lanjut terhadap suatu manfaat nyata yang ditemukan dalam sebuah bagian pengujian yang dipublikasikan di mana kelompok kontrol (yang tidak menggunakan akupunktur) mengalami tingkat kehamilan lebih rendah dari rata-rata, karena terdapat kemungkinan adanya bias publikasi dan faktor lainnya.[27]

Sebuah tinjauan Cochrane memperlihatkan bahwa luka endometrial yang dilakukan pada bulan sebelum hiperstimulasi ovarium tampaknya meningkatkan angka kelahiran hidup maupun angka kehamilan klinis dalam IVF jika dibandingkan dengan tanpa luka endometrial. Namun, terdapat kekurangan data yang dilaporkan seputar angka-angka hasil yang merugikan seperti keguguran, kehamilan kembar, rasa nyeri dan/atau pendarahan.[23][butuh pemutakhiran]

Bagi wanita, asupan antioksidan (seperti asetilsistein, melatonin, vitamin A, vitamin C, vitamin E, asam folat, myo-inositol, seng atau selenium) belum dikaitkan dengan peningkatan signifikan angka kelahiran hidup atau angka kehamilan klinis dalam IVF sebagaimana dilaporkan dalam tinjauan Cochrane.[23] Di sisi lain, antioksidan oral yang diberikan kepada pria seiring dengan faktor laki-laki atau subfertilitas yang tak dapat dijelaskan menghasilkan angka kelahiran hidup yang lebih tinggi dalam IVF.[23]

Sebuah tinjauan Cochrane tahun 2013 memperlihatkan bahwa tidak ada bukti yang dapat diidentifikasi mengenai dampak rekomendasi gaya hidup pra-konsepsi pada kemungkinan hasil kelahiran hidup.[23]

Pada tahun 1977, Steptoe dan Edwards berhasil melakukan suatu fertilisasi rintisan yang menyebabkan kelahiran bayi pertama yang dikandung menggunakan metode IVF, yaitu Louise Brown pada tanggal 25 Juli 1978, di Rumah Sakit Oldham General, Greater Manchester, Britania Raya.[28][29][30]

Kelahiran sukses bayi tabung yang kedua terjadi di India hanya berselang 67 hari setelah Louise Brown lahir.[31] Bayi perempuan itu, bernama Durga, dikandung in vitro menggunakan metode-metodenya Subhash Mukhopadhyay, seorang dokter dan peneliti dari Kolkata.

Kesalahan pencampuran

[sunting | sunting sumber]

Dalam sejumlah kasus, terjadi kesalahan pencampuran (sel gamet yang salah diidentifikasi, pemindahan embrio yang salah) di laboratorium, yang menyebabkan tindakan hukum terhadap penyedia layanan IVF dan gugatan-gugatan terkait keayahan yang kompleks. Contohnya adalah kasus seorang wanita di California yang menerima embrio pasangan lain dan baru diberitahu tentang kesalahan ini setelah kelahiran putranya.[32] Hal ini menyebabkan banyak otoritas dan klinik individual menerapkan prosedur-prosedur untuk meminimalkan risiko semacam itu. Otoritas Embriologi dan Fertilisasi Manusia di Britania Raya misalnya, mensyaratkan klinik-klinik untuk menggunakan sistem kesaksian ganda, identitas spesimen diperiksa oleh dua orang di setiap titik pemindahan spesimen. Alternatifnya, solusi-solusi teknologi lebih disukai, untuk mengurangi biaya manual tenaga kerja dalam sistem kesaksian ganda, dan untuk mengurangi risiko dengan penggunaan tag RFID bernomor yang dapat diidentifikasi oleh pembaca yang terhubung ke komputer. Komputer tersebut melacak spesimen di seluruh proses dan memperingatkan embriolog jika spesimen yang tidak cocok teridentifikasi. Meskipun penggunaan pelacakan RFID telah meluas di Amerika Serikat,[33] hal ini masih belum diterapkan secara luas. Bagaimanapun, dalam kasus-kasus lain bukan terjadi kesalahan pencampuran embrio atau sel gamet, tetapi penggunaan secara sengaja embrio dari pasangan lain atau donor sel gamet, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya: baik reseptor maupun donor. Beberapa kasus semacam ini dibawa ke proses hukum dan peradilan.[butuh rujukan]

Skrining atau diagnosis genetik praimplantasi

[sunting | sunting sumber]

Kekhawatiran lainnya yaitu bahwa orang akan menyaring sifat tertentu, menggunakan diagnosis genetik praimplantasi (PGD) atau skrining genetik praimplantasi. Sebagai contoh, satu pasangan tunarungu dari Britania, Tom dan Paula Lichy, mengajukan petisi untuk menciptakan seorang bayi tuli menggunakan IVF.[34] Sejumlah etikawan medis sangat kritis terhadap hal ini. Jacob M. Appel menulis bahwa, "dengan sengaja memusnahkan embrio yang buta atau tuli mungkin mencegah cukup banyak penderitaan di masa depan, sementara suatu kebijakan yang memungkinkan orang tua tuli ataupun buta untuk memilih sifat-sifat yang sama secara sengaja akan jauh lebih merepotkan."[35]

Konsep yang dengan tegas mengubah gen ini telah menciptakan konsep Bayi Desainer. Saat ini, PGD dapat mengubah beberapa atribut fisik dan kesehatan; proyeksi kekuatan masa depan PGD dalam kemampuannya untuk menciptakan manusia yang ideal telah menimbulkan banyak masalah etika. Proyeksi dampak-dampak sosial misalnya pengubahan dunia atletik, penciptaan senjata manusia, dan pertukaran otonomi atas kehidupan seseorang karena praseleksi.[36] Selain itu, dengan pandangan yang sangat terbatas akan masa depan, sulit untuk mengubah suatu susunan genetik manusia tanpa mengetahui dampak sepenuhnya. Sebagai contoh, melalui terapi gen, suatu laboratorium mampu membuat tikus mengalami penurunan berat badan, tetapi efek jangka panjang manipulasi gen tersebut menyebabkan gangguan produksi toksin dan terlalu banyak penurunan berat badan.[37]

Otonomi dan kepemilikan jaringan

[sunting | sunting sumber]

Bagi mereka yang meyakini bahwa kehidupan manusia dimulai sejak saat pembuahan, keyakinan ini juga mengungkapkan bahwa hak asasi manusia telah diberikan pada saat itu. Apabila hak asasi manusia telah ada dalam tahap embrionik ini, maka terdapat tambahan isu etika yang timbul dari proses manipulasi embrio di dalam ranah kepemilikan jaringan. Dalam jangka panjang, jika ditanamkan atau diimplantasikan ke dalam seorang wanita dan lahir, embrio tersebut menjadi seorang dewasa dan harus hidup dengan modifikasi genetik yang dipilih baginya melalui proses IVF. Dalam keadaan selulernya, tidak mungkin ia memberikan persetujuan kehendak untuk tindakan manipulasi gen. Hal ini menyebabkan pengambilan keputusan dilakukan oleh orang tuanya. Kepemilikan orang tua, yang dianggap sah, atas embrio hanya dalam jangka waktu singkat dan berarti bahwa mereka memegang kendali atas masa depan biologis sang embrio. Persetujuan kehendak atas kepemilikan jaringan telah menjadi isu selama puluhan tahun dan dapat berdampak hukum. Dalam kasus Henrietta Lacks, para peneliti tidak memiliki persetujuan pasien untuk menggunakan jaringannya dalam penelitian genetik, dan hal ini menyebabkan banyak masalah hukum seputar hak keluarganya untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan sel-selnya.[38]

Keuntungan yang diharapkan dari industri ini

[sunting | sunting sumber]

Banyak orang yang tidak menentang praktik IVF (yakni menciptakan kehamilan melalui cara "buatan") tetapi sangat kritis terhadap keadaan sekarang industri ini. Mereka berpendapat bahwa industri ini telah menjadi suatu industri yang bernilai miliaran dolar, tanpa regulasi secara luas dan rawan terhadap pelanggaran-pelanggaran serius yang dilakukan para praktisinya untuk memperoleh keuntungan. Sebagai contoh, pada tahun 2008, seorang dokter California memindahkan 12 embrio ke seorang wanita yang kemudian melahirkan bayi kembar delapan (lih. Bayi kembar delapan Suleman). Kasus ini menjadi berita internasional, dan telah menyebabkan tuduhan bahwa banyak dokter yang rela untuk membahayakan kesehatan dan bahkan kehidupan seorang wanita demi memperoleh uang. Robert Winston, profesor studi fertilitasi di Imperial College London, menyebut industri ini "korup" dan "serakah" dengan mengatakan kalau, "Salah satu masalah utama yang kita hadapi dalam perawatan kesehatan adalah bahwa IVF telah menjadi suatu industri komersial yang besar," dan, "Apa yang telah terjadi, tentu saja, adalah bahwa uang mengorupsi seluruh teknologi ini," dan menuduh pihak berwenang gagal melindungi pasangan-pasangan dari eksploitasi: "Pihak otoritas telah melakukan suatu pekerjaan buruk secara konsisten. [Mereka] tidak mencegah eksploitasi kaum wanita, [mereka] tidak memberikan informasi yang sangat baik kepada pasangan-pasangan, [mereka] tidak membatasi jumlah perlakuan-perlakuan yang tidak ilmiah yang dapat diakses orang-orang."[39] Industri IVF karenanya dapat dipandang sebagai salah satu contoh dari apa yang dideskripsikan para ilmuwan sosial sebagai suatu tren yang mengalami peningkatan menuju suatu pengembangan kesehatan, ilmu kedokteran, dan tubuh manusia, yang digerakkan oleh pasar.[40]

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, industri ini semakin digerakkan oleh uang karena para peneliti dan inovator masuk ke dalam perebutan hak-hak paten dan hak-hak kekayaan intelektual. Klausul Hak Cipta dalam Konstitusi AS melindungi hak-hak inovator atas hasil karya mereka masing-masing dalam upaya untuk mempromosikan kemajuan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya, perlindungan hukum ini memberikan insentif kepada para inovator dengan menyediakan mereka suatu monopoli sementara atas hasil karya mereka masing-masing. Dalam industri IVF, yang sudah sangat mahal bagi pasien, hak-hak paten berisiko membuat harga-harga yang lebih tinggi bagi pasien untuk mendapatkan prosedur ini karena mereka juga harus menanggung biaya-biaya dari hasil karya yang dilindungi. Sebagai contoh, perusahaan 23andMe telah mematenkan suatu proses yang digunakan untuk mengalkulasi probabilitas warisan gen.[41] Kendati inovasi ini mungkin membantu banyak orang, perusahaan tersebut tetap memiliki hak tunggal untuk mengelolanya dan dengan demikian tidak ada persaingan ekonomis. Tidak adanya kompetisi ekonomis mengakibatkan harga produk yang lebih tinggi.

Industri ini dituduh membuat klaim-klaim yang tidak ilmiah, dan mendistorsi fakta-fakta seputar infertilitas (ketidaksuburan, kemandulan), khususnya melalui banyak klaim berlebihan mengenai seberapa umum kasus infertilitas di dalam masyarakat, dalam suatu upaya untuk mendapatkan sebanyak mungkin pasangan yang dengan segera mencoba menggunakan IVF (daripada mengupayakan untuk hamil secara alami dalam waktu yang lebih lama). Hal ini berisiko menghapus infertilitas dari konteks sosialnya dan mereduksi pengalaman atas suatu malfungsi biologis sederhana, yang sebenarnya dapat diobati melalui prosedur-prosedur biomedis tetapi menjadi harus menggunakan perawatan dari mereka.[42][43] Bagaimanapun, terdapat berbagai kekhawatiran serius mengenai banyaknya penggunaan IVF. Dr Sami David, seorang spesialis fertilitas dan salah seorang pelopor masa awal pengembangan IVF, menyatakan kekecewaan atas keadaan sekarang industri ini, dan mengatakan bahwa banyak prosedur yang tidak diperlukan; ia mengatakan, "[IVF] telah menjadi pilihan pertama perawatan, bukannya pilihan terakhir. Ketika pertama kali diperkenalkan pada akhir tahun 1970-an, awal tahun 1980-an, [IVF] dimaksudkan sebagai upaya terakhir. Sekarang ini menjadi suatu upaya pertama. Saya pikir itu adalah suatu ketidakadilan bagi kaum wanita. Saya juga berpikir bahwa [IVF] dapat membahayakan para wanita dalam jangka panjang."[44] Karenanya, IVF menimbulkan isu-isu etika sehubungan dengan penyalahgunaan fakta-fakta biomedis untuk 'menjual' prosedur-prosedur korektif seputar kondisi-kondisi berbeda dari suatu kondisi ideal tubuh 'sehat' atau 'normal' yang tercipta dalam perspektif masyarakat, yaitu pria dan wanita subur dengan sistem-sistem reproduksi yang mampu bekerja sama dalam menghasilkan keturunan.

Kehamilan pasca menopause

[sunting | sunting sumber]

Meskipun menopause adalah suatu penghalang alami bagi konsepsi pada usia lanjut, IVF telah memungkinkan kaum wanita untuk hamil pada usia 50-an dan 60-an tahun. Kaum wanita yang rahimnya telah dipersiapkan menerima embrio-embrio yang berasal dari suatu sel telur donor. Oleh karena itu, meski para wanita ini tidak memiliki hubungan genetik dengan sang anak, mereka memiliki hubungan emosional melalui kehamilan dan persalinan. Dalam banyak kasus, ayah genetik sang anak adalah pasangan wanita tersebut. Setelah menopause, memang rahim masih mampu menanggung kehamilan.[45]

Memperbolehkan kaum wanita untuk hamil setelah masa alamiahnya dapat menjadikan masalah overpopulasi. Melalui diagnosis genetik praimplantasi (PGD), anak-anak yang terlahir melalui IVF diyakini memiliki tingkat harapan hidup yang lebih tinggi karena eliminasi embrio-embrio dengan penyakit-penyakit tertentu. Sehingga IVF dapat menimbulkan peningkatan jumlah wanita yang mampu melahirkan anak mengakibatkan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, sementara PGD dalam IVF mengurangi tingkat kematian, mengakibatkan peningkatan populasi.

Pasangan sesama jenis, orang tua tunggal dan tidak menikah

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2009, ASRM menyatakan kalau mereka tidak menemukan bukti persuasif bahwa anak-anak disakiti atau dirugikan hanya karena dibesarkan oleh orang tua tunggal, orang tua yang tidak menikah, atau orang tua homoseksual. Mereka tidak mendukung pembatasan akses pada teknologi reproduksi berbantuan atas dasar orientasi seksual atau status perkawinan calon orang tua.[46]

Kekhawatiran dari aspek etika meliputi hak-hak reproduksi, kesejahteraan anak, perlakuan non-diskriminatif terhadap individu-individu yang tidak menikah, homoseksual, dan otonomi profesional.[46]

Suatu kontroversi baru-baru ini di California berfokus pada pertanyaan apakah para dokter yang menentang hubungan sesama jenis diwajibkan untuk melakukan IVF bagi pasangan lesbian. Guadalupe T. Benitez, seorang asisten medis lesbian dari San Diego, menggugat dokter Christine Brody dan Douglas Fenton dari North Coast Women's Care Medical Group setelah Brody mengatakan kepadanya bahwa ia memiliki "keberatan-keberatan berlandaskan agama untuk menangani dia dan kaum homoseksual pada umumnya untuk membantu mereka mengandung anak melalui inseminasi buatan," dan Fenton menolak untuk mengesahkan pengulangan resepnya untuk obat kesuburan Clomid dengan alasan yang sama.[47][48] Asosiasi Medis California awalnya memihak Brody dan Fenton, tetapi, pada tanggal 19 Agustus 2008, kasus tersebut diputuskan dengan suara bulat dalam keberpihakan pada Benitez oleh Mahkamah Agung Negara Bagian California.[49][50]

Nadya Suleman mengundang perhatian internasional setelah melakukan implantasi dua belas embrio, delapan di antaranya bertahan hidup, menyebabkan ia melahirkan delapan bayi baru sebagai tambahan pada keluarganya saat itu yang beranak enam. Dewan Medis California berusaha untuk mencabut lisensi Michael Kamrava, dokter kesuburan yang menangani Suleman. Para pejabat negara bagian menyatakan bahwa prosedur penanganan Suleman adalah bukti adanya penilaian yang tidak beralasan, penanganan di bawah standar, dan kurangnya kepeluan pada delapan anak yang akan ia kandung serta enam anak yang masih ia perjuangkan untuk dibesarkan. Pada tanggal 1 Juni 2011, Dewan Medis tersebut mengeluarkan putusan bahwa lisensi kedokteran Kamrava akan efektif dicabut pada tanggal 1 Juli 2011.[51][52][53]

Donor anonim

[sunting | sunting sumber]

Sejumlah anak yang dikandung melalui IVF dengan menggunakan donor anonim atau tanpa identitas dilaporkan menderita keresahan karena tidak mengetahui orang tua donor mereka serta kerabat genetik dan sejarah keluarga mereka.[54][55]

Alana Stewart, yang dikandung menggunakan sperma donor, memulai suatu forum daring bagi anak-anak donor dengan nama AnonymousUS pada tahun 2010. Forum tersebut menyambut baik segala sudut pandang yang disampaikan setiap orang yang terlibat dalam proses IVF.[56] Olivia Pratten, seorang Kanada yang dikandung menggunakan donor, menggugat provinsi British Columbia pada tahun 2008 agar ia mendapat akses ke catatan identitas ayah donornya.[57] "Saya bukan sebuah rawatan, saya seorang pribadi, dan catatan-catatan itu milik saya," kata Pratten.[54] Pada bulan Mei 2012, pengadilan memenangkan gugatan Pratten, setuju bahwa undang-undang pada saat itu mendiskriminasi anak-anak donor serta menjadikan donasi sel telur dan sperma anonim di British Columbia ilegal.[57]

Di Britania Raya, Swedia, Norwegia, Jerman, Italia, Selandia Baru, dan beberapa negara bagian Australia, para donor tidak dibayar dan tidak dapat anonim.

Pada tahun 2000, sebuah situs web bernama Donor Sibling Registry dibuat untuk membantu anak-anak biologis dengan donor umum saling terhubung satu sama lain.[55][58]

Pada tahun 2012, sebuah dokumenter berjudul Hari Ayah Anonim dirilis dengan berfokus pada anak-anak yang dikandung menggunakan sel donor.[59]

Embrio-embrio yang tidak diinginkan

[sunting | sunting sumber]

Selama tahap pemilihan dan pemindahan, banyak embrio yang mungkin dibuang demi yang lainnya. Pemilihan tersebut mungkin didasarkan pada kriteria seperti kelainan genetik atau jenis kelamin.[60] Salah satu kasus paling awal seputar pemilihan gen khusus melalui IVF adalah kasus keluarga Collins pada tahun 1990-an, yang memilih jenis kelamin anak mereka.[61] Isu-isu etika masih belum terselesaikan karena dianggap belum ada konsensus dalam ilmu pengetahuan, agama, dan filsafat mengenai kapan embrio manusia harus diakui sebagai seorang pribadi. Bagi yang meyakini bahwa hal ini bermula sejak saat konsepsi (pembuahan), IVF menjadi suatu masalah moral ketika ada beberapa sel telur yang dibuahi, sehingga memulai perkembangan mereka, dan hanya sedikit atau satu saja yang dipilih untuk implantasi.

Apabila IVF melibatkan pembuahan satu sel telur saja, atau setidaknya hanya sejumlah yang akan diimplantasikan, maka hal ini dianggap bukan suatu isu. Bagaimanapun, hal ini mungkin mengakibatkan peningkatan biaya secara drastis karena hanya satu atau sedikit sel telur yang diupayakan pada satu waktu. Akibatnya, pasangan tersebut perlu memutuskan apa yang harus dilakukan dengan embrio-embrio tambahan yang dihasilkan. Tergantung pada pandangan mereka tentang aspek kemanusiaan sang embrio atau apakah mereka kelak menginginkan anak lagi, pasangan tersebut memiliki beberapa pilihan dalam memperlakukan embrio-embrio ekstranya. Pasangan memiliki pilihan untuk membekukan mereka, menyumbangkan mereka kepada pasangan infertil lainnya, melelehkan mereka, atau menyumbangkan mereka untuk penelitian medis.[62] Membekukan mereka membutuhkan biaya, menyumbangkan mereka tidak menjamin kalau mereka akan bertahan hidup, mencairkan atau melelehkan mereka dengan segera membuat mereka tidak dapat bertahan hidup, dan penelitian medis mengakibatkan pengakhiran kehidupan mereka. Dalam ranah penelitian medis, pasangan belum tentu diberitahu untuk apa embrio-embrio tersebut digunakan, dan sebagai hasilnya, beberapa dapat saja digunakan dalam penelitian sel punca embrionik, suatu bidang yang juga dipandang memiliki isu-isu etika.

Tanggapan keagamaan

[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik menentang semua jenis teknologi reproduksi berbantuan dan kontrasepsi buatan, menegaskan bahwa Gereja memisahkan tujuan prokreatif hubungan seksual dalam perkawinan dengan tujuan penyatuan pasangan dalam perkawinan. Gereja Katolik mengizinkan penggunaan sejumlah kecil teknologi reproduksi dan metode kontrasepsi seperti keluarga berencana alami, yang mencakup pencatatan waktu ovulasi. Gereja memperbolehkan bentuk-bentuk lain teknologi reproduksi yang memungkinkan pembuahan terjadi melalui persetubuhan normatif, misalnya pelumas fertilitas. Paus Benediktus XVI secara terbuka menekankan kembali penentangan Gereja Katolik terhadap fertilisasi in vitro atau "bayi tabung", memandangnya menggantikan cinta antara pasangan suami-istri.[63] Katekismus Gereja Katolik menyatakan kalau hukum kodrat mengajarkan bahwa reproduksi memiliki suatu "hubungan yang tak terpisahkan" dengan hubungan seksual di antara kedua pribadi pasangan menikah.[64] Selain itu, Gereja menentang IVF karena dapat menyebabkan pembuangan embrio-embrio, mengeliminasi hak hidup mereka; dalam Katolisisme, embrio dipandang sebagai seorang individu dengan jiwa yang harus diperlakukan layaknya seorang pribadi manusia.[65] Gereja Katolik berpendapat bahwa infertilitas bukanlah suatu kemalangan secara objektif, dan mendukung adopsi sebagai pilihan bagi pasangan-pasangan yang masih ingin memiliki anak.[66]

Dikatakan bahwa umat Hindu menerima IVF sebagai anugerah bagi mereka yang tidak dapat memiliki anak dan menyebut dokter-dokter terkait IVF melakukan punya karena terdapat beberapa karakter yang mengaku dilahirkan tanpa hubungan seksual, terutama Karna dan kelima Pandawa.[67]

Mengenai tanggapan atas IVF dari Islam, kesimpulan dari fatwa Gad El-Hak Ali Gad El-Hak mengenai teknologi reproduksi berbantuan meliputi:[68]

  • IVF satu sel telur sang istri dengan sel sperma dari suaminya dan pemindahan kembali sel telur yang telah dibuahi ke rahim sang istri diperbolehkan, dengan syarat prosedur itu diindikasikan untuk suatu alasan medis dan dilaksanakan oleh seorang dokter ahli.
  • Karena pernikahan adalah suatu kontrak antara sang istri dan suami selama kurun waktu pernikahan mereka, seharusnya tidak ada pihak ketiga yang mengganggu fungsi-fungsi perkawinan dalam hubungan seksual dan penghasilan keturunan. Hal ini berarti bahwa donor pihak ketiga tidak dapat diterima, apakah ia menyediakan sel sperma, sel telur, embrio, atau rahim. Penggunaan pihak ketiga sama artinya dengan zina, atau perselingkuhan.

Dalam komunitas Yahudi Ortodoks, konsep ini diperdebatkan karena hanya ada sedikit preseden pada sumber-sumber tekstual hukum tradisional Yahudi. Mengenai hukum seksualitas, yang menjadi keberatan misalnya masturbasi (yang dapat dipandang sebagai "penyia-nyiaan benih"[65]), hukum-hukum terkait aktivitas seksual dan menstruasi (niddah) serta hukum khusus mengenai persetubuhan. Satu masalah tambahan yang penting adalah penetapan garis keturunan dan keayahan. Bagi seorang bayi yang dikandung secara alami, identitas ayahnya ditentukan melalui suatu presumsi legitimasi hukum (khazakah): rov bi'ot achar ha'baal - hubungan seksual seorang wanita diasumsikan dengan suaminya. Mengenai seorang anak IVF, asumsi ini tidak ada dan karenanya Rabi Eliezer Waldenberg (antara lain) mensyaratkan adanya seorang pengawas dari luar untuk secara positif mengidentikasi sang ayah.[69] Yudaisme Reformasi umumnya menyetujui fertilisasi in vitro.[65]

Masyarakat dan budaya

[sunting | sunting sumber]

Banyak orang Afrika Sub-Sahara memilih untuk memercayakan pengasuhan anak-anak mereka pada kaum wanita infertil. IVF memungkinkan para wanita infertil itu untuk memiliki anak-anak mereka sendiri, sehingga memaksakan standar ideal baru pada suatu budaya di mana membesarkan anak-anak dianggap alami dan penting secara kultural. Banyak wanita infertil yang mampu mendapatkan lebih banyak rasa hormat dalam masyarakat mereka dengan cara merawat anak-anak yang bukan anak kandungnya, dan mereka mungkin akan kehilangan rasa hormat tersebut jika memilih untuk menggunakan IVF. Karena IVF dipandang tidak alamiah, IVF dapat mengganggu posisi sosial mereka serta tidak menjadikan mereka setara dengan para wanita fertil. Juga dipandang lebih menguntungkan secara ekonomis bagi kaum wanita infertil untuk membesarkan anak-anak asuh karena memberikan anak-anak ini kemampuan lebih besar untuk mengakses sumber daya yang penting bagi perkembangan mereka dan juga membantu perkembangan masyarakat pada umumnya. Jika IVF menjadi lebih populer tanpa penurunan angka kelahiran, akan ada lebih banyak rumah dengan keluarga besar yang memiliki sedikit pilihan untuk mengirim anak-anak mereka yang lahir. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan jumlah anak yatim dan/atau penurunan sumber daya bagi anak-anak dari keluarga besar. Pada akhirnya hal ini akan menahan pertumbuhan masyarakat dan anak-anak tersebut.[70]

Kaum pria dan IVF

[sunting | sunting sumber]

Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan kaum pria memandang diri mereka sebagai kontributor 'pasif'[71] karena kurangnya 'keterlibatan fisik' mereka[72] dalam penggunaan IVF. Meskipun demikian, banyak laki-laki merasa tertekan setelah melihat dampak negatif injeksi hormonal dan intervensi fisik secara terus-menerus pada pasangan mereka.[73] Fertilitas (kesuburan) dipandang sebagai salah satu faktor signifikan dalam persepsi seorang laki-laki mengenai maskulinitasnya, menjadikan banyak laki-laki merahasiakan penggunaan IVF mereka.[73] Dalam kasus-kasus di mana kaum pria tidak menceritakan bahwa ia dan pasangannya sedang menjalani IVF, mereka dilaporkan mengalami olok-olok, terutama oleh laki-laki lain, kendati ada beberapa yang menganggap hal ini sebagai suatu penegasan dukungan dan persahabatan. Bagi yang lainnya, hal ini menyebabkan mereka merasa terisolasi secara sosial.[74] Dibandingkan dengan kaum wanita, kaum pria kurang mengalami penurunan kesehatan mental dalam masa setelah suatu kegagalan penanganan IVF.[75] Bagaimanapun, banyak laki-laki merasa bersalah, kecewa, dan tidak mampu, seraya menyatakan bahwa mereka sekadar mencoba untuk memberikan semacam peneguhan emosional bagi pasangan mereka.[74]

Ketersediaan dan pemanfaatan

[sunting | sunting sumber]

Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Saat ini telah ada 26 klinik yang melayani pengobatan bayi tabung di Indonesia yang tersebar di kota-kota di Jawa, Bali, dan Sumatera. Klinik bayi tabung yang ada di Indonesia ini di bawah pengawasan perkumpulan dokter seminat (PERFITRI Diarsipkan 2013-09-25 di Wayback Machine. - Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia atau IA-IVF Indonesian Assoaciation In Vitro Fertilization) yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan.

Status hukum

[sunting | sunting sumber]

Instansi-instansi pemerintah di Tiongkok meloloskan larangan penggunaan IVF pada tahun 2003 bagi wanita yang tidak menikah dan pasangan dengan penyakit-penyakit menular tertentu.[76]

Negara-negara Muslim Sunni umumnya memperbolehkan IVF di antara pasangan-pasangan yang telah menikah selama dilakukan dengan sel sperma dan sel-sel telur mereka masing-masing, tetapi tidak dengan sel-sel telur donor dari pasangan lain. Namun Iran, yang adalah negara Muslim Syi'ah, memiliki suatu skema yang lebih kompleks. Iran melarang donasi sel sperma tetapi mengizinkan donasi sel-sel telur yang telah dibuahi maupun belum dibuahi. Sel-sel telur yang telah dibuahi merupakan donasi dari suatu pasangan menikah kepada pasangan menikah lainnya, sedangkan sel-sel telur yang belum dibuahi merupakan sumbangan dalam konteks nikah mutah atau pernikahan sementara kepada sang ayah.[77]

Kosta Rika melarang sepenuhnya teknologi IVF, Mahkamah Agung negara ini menyatakannya tidak konstitusional karena IVF "melanggar kehidupan".[78] Kosta Rika dikatakan sebagai satu-satunya negara di belahan bumi barat yang sepenuhnya melarang IVF. Suatu proyek undang-undang yang dengan setengah hati dikirim oleh pemerintahan Presiden Laura Chinchilla telah ditolak oleh parlemen. Presiden Chinchilla belum pernah secara terbuka menyatakan posisinya mengenai isu IVF. Namun, mengingat pengaruh besar Gereja Katolik dalam pemerintahannya, setiap perubahan dalam status quo tampaknya sangat tidak mungkin terjadi.[79][80] Kendati kerasnya tentangan keagamaan dan peranan pemerintah Kosta Rika, larangan atas IVF dibatalkan oleh Mahkamah Hak Asasi Manusia Inter-Amerika dalam suatu keputusan pada tanggal 20 Desember 2012. Mahkamah tersebut mengatakan bahwa jaminan perlindungan Kosta Rika sejak dahulu bagi setiap embrio melanggar kebebasan reproduksi pasangan-pasangan infertil karena melarang mereka menggunakan IVF, yang sering kali melibatkan pembuangan embrio-embrio yang tidak ditanamkan dalam rahim pasien.[81] Pada tanggal 10 September 2015, Presiden Luis Guillermo Solís menandatangani sebuah dekret legalisasi fertilisasi in-vitro. Dekret tersebut dimasukkan dalam surat kabar resmi negara pada tanggal 11 September. Para penentang praktik ini sejak saat itu mengajukan gugatan hukum di hadapan Mahkamah Konstitusi Kosta Rika.[82]

Semua pembatasan utama di Australia pada wanita lajang namun infertil untuk menggunakan IVF dicabut pada tahun 2002 setelah pengajuan banding terakhir ke Pengadilan Tinggi Australia ditolak dengan alasan prosedural dalam kasus Leesa Meldrum. Suatu pengadilan federal Victoria telah memutuskan pada tahun 2000 bahwa larangan yang ada atas semua wanita lajang dan lesbian untuk menggunakan IVF merupakan diskriminasi gender.[83] Pemerintah Victoria mengumumkan perubahan dalam hukum IVF pada tahun 2007 dengan menghilangkan pembatasan pada lesbian dan wanita lajang, sehingga menjadikan Australia Selatan satu-satunya negara bagian yang masih mempertahankan batasan tersebut.[84]

Undang-undang federal di Amerika Serikat mencakup skrining kebutuhan dan pembatasan dalam hal donasi, tetapi umumnya tidak berpengaruh pada pasangan intim secara seksual.[85] Namun, dokter mungkin diperlukan untuk menyediakan perawatan karena undang-undang non-diskriminasi, seperti misalnya di California.[50] Negara bagian Tennessee mengusulkan suatu rancangan undang-undang pada tahun 2009 yang akan menetapkan donor IVF sebagai 'adopsi'.[86] Pada sesi yang sama diusulkan rancangan undang-undang lainnya yang membatasi adopsi dari pasangan yang tidak menikah dan hidup bersama; kelompok-kelompok aktivis menyatakan bahwa meloloskan rancangan undang-undang yang pertama akan secara efektif menghentikan orang-orang yang tidak menikah untuk menggunakan IVF.[87][88] Tak satu pun dari kedua rancangan undang-undang itu lolos.[89][90]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ (Inggris) Moreton, Cole (14 January 2007). "World's first test-tube baby Louise Brown has a child of her own". London: Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-23. Diakses tanggal 21 May 2010. The 28-year-old, whose pioneering conception by in-vitro fertilisation made her famous around the world. The fertility specialists Patrick Steptoe and Bob Edwards became the first to successfully carry out IVF by extracting an egg, impregnating it with sperm and planting the resulting embryo back into the mother 
  2. ^ (Inggris) "After IVF, some couples get pregnant without help". Reuters. 2012-05-03. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-17. Diakses tanggal 2015-11-05. 
  3. ^ (Inggris) Adamson, G.D.; Tabangin, M.; Macaluso, M.; Mouzon, J. de. "The number of babies born globally after treatment with the assisted reproductive technologies (ART)". Fertility and Sterility. 100 (3). doi:10.1016/j.fertnstert.2013.07.1807. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-25. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  4. ^ (Inggris) Fertility: assessment and treatment for people with fertility problems Diarsipkan 2013-02-23 di Wayback Machine.. NICE clinical guideline ;– Issued: February 2013
  5. ^ a b (Inggris) "In vitro fertilization (IVF) Results - Mayo Clinic". www.mayoclinic.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-15. Diakses tanggal 2015-11-05. 
  6. ^ (Inggris) "2012 Clinic Summary Report". Society for Reproductive Medicine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-04. Diakses tanggal 2014-11-06. 
  7. ^ a b (Inggris) Branswell, Helen (15 December 2008) Success rate climbs for in vitro fertilization. The Canadian Press.
  8. ^ (Inggris) "2006 Assisted Reproductive Technology (ART) Report: Section 2". Centers for Disease Control and Prevention. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-31. Diakses tanggal 25 March 2009. 
  9. ^ a b (Inggris) "2009 Clinic Summary Report". Society for Reproductive Medicine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-04. Diakses tanggal 14 July 2011. 
  10. ^ (Inggris) Study: Sixth Time May Be Charm For In Vitro Diarsipkan 2017-07-01 di Wayback Machine. by Patti Neighmond. Day to Day, National Public Radio. 21 January 2009.
  11. ^ (Inggris) de La Rochebrochard E, Quelen C, Peikrishvili R, Guibert J, Bouyer J (2008). "Long-term outcome of parenthood project during in vitro fertilization and after discontinuation of unsuccessful in vitro fertilization". Fertil. Steril. 92 (1): 149–56. doi:10.1016/j.fertnstert.2008.05.067. PMID 18706550. 
  12. ^ (Inggris) van Loendersloot LL, van Wely M, Limpens J, Bossuyt PM, Repping S, van der Veen F (2010). "Predictive factors in in vitro fertilization (IVF): a systematic review and meta-analysis". Human Reproduction Update. 16 (6): 577–589. doi:10.1093/humupd/dmq015. PMID 20581128. 
  13. ^ a b c d e (Inggris) Nice.org Fertility: Assessment and Treatment for People with Fertility Problems. London: RCOG Press. 2004. ISBN 1-900364-97-2. 
  14. ^ (Inggris) Zhao, Jing; Zhang, Qiong; Li, Yanping (2012). "The effect of endometrial thickness and pattern measured by ultrasonography on pregnancy outcomes during IVF-ET cycles". Reproductive Biology and Endocrinology. 10 (1): 100. doi:10.1186/1477-7827-10-100. ISSN 1477-7827. 
  15. ^ a b (Inggris) Broer SL, van Disseldorp J, Broeze KA, Dolleman M, Opmeer BC, Bossuyt P, Eijkemans MJ, Mol BW, Broekmans FJ (2012). "Added value of ovarian reserve testing on patient characteristics in the prediction of ovarian response and ongoing pregnancy: An individual patient data approach". Human Reproduction Update. 19 (1): 26–36. doi:10.1093/humupd/dms041. PMID 23188168. 
  16. ^ (Inggris) Iliodromiti, S.; Kelsey, T. W.; Wu, O.; Anderson, R. A.; Nelson, S. M. (2014). "The predictive accuracy of anti-Mullerian hormone for live birth after assisted conception: a systematic review and meta-analysis of the literature". Human Reproduction Update. 20 (4): 560–570. doi:10.1093/humupd/dmu003. ISSN 1355-4786. PMID 24532220. 
  17. ^ (Inggris) Simon L, Brunborg G, Stevenson M, Lutton D, McManus J, Lewis SE (May 2010). "Clinical significance of sperm DNA damage in assisted reproduction outcome". Hum Reprod. 25 (7): 1594–608. doi:10.1093/humrep/deq103. PMID 20447937. 
  18. ^ a b (Inggris) Gleicher N, Weghofer A, Lee IH, Barad DH (2010). "FMR1 Genotype with Autoimmunity-Associated Polycystic Ovary-Like Phenotype and Decreased Pregnancy Chance". PLoS ONE. 5 (12): e15303. doi:10.1371/journal.pone.0015303. PMC 3002956alt=Dapat diakses gratis. PMID 21179569. 
  19. ^ a b c (Inggris) Venetis CA, Kolibianakis EM, Bosdou JK, Tarlatzis BC (2013). "Progesterone elevation and probability of pregnancy after IVF: A systematic review and meta-analysis of over 60 000 cycles". Human Reproduction Update. 19 (5): 433–457. doi:10.1093/humupd/dmt014. PMID 23827986. 
  20. ^ (Inggris) Fragouli E, Lalioti MD, Wells D (2013). "The transcriptome of follicular cells: Biological insights and clinical implications for the treatment of infertility". Human Reproduction Update. 20 (1): 1–11. doi:10.1093/humupd/dmt044. PMC 3845680alt=Dapat diakses gratis. PMID 24082041. 
  21. ^ (Inggris) Kasius, A.; Smit, J. G.; Torrance, H. L.; Eijkemans, M. J. C.; Mol, B. W.; Opmeer, B. C.; Broekmans, F. J. M. (2014). "Endometrial thickness and pregnancy rates after IVF: a systematic review and meta-analysis". Human Reproduction Update. 20 (4): 530–541. doi:10.1093/humupd/dmu011. ISSN 1355-4786. 
  22. ^ a b c (Inggris) Regulated fertility services: a commissioning aid – June 2009. Department of Health UK. 18 June 2009
  23. ^ a b c d e (Inggris) Farquhar C, Rishworth JR, Brown J, Nelen WL, Marjoribanks J (2013). "Assisted reproductive technology: an overview of Cochrane Reviews". Cochrane Database Syst Rev. 8: CD010537. doi:10.1002/14651858.CD010537.pub2. PMID 23970457. 
  24. ^ (Inggris) Factors affecting IVF success – February 2011 Diarsipkan 2012-10-29 di Wayback Machine., from IVF-infertility.com
  25. ^ (Inggris) Siristatidis CS, Dodd SR, Drakeley AJ (2011). "Aspirin for in vitro fertilisation". Cochrane Database Syst Rev (8): CD004832. doi:10.1002/14651858.CD004832.pub3. PMID 21833951. 
  26. ^ (Inggris) Groeneveld E, Broeze KA, Lambers MJ, Haapsamo M, Dirckx K, Schoot BC, Salle B, Duvan CI, Schats R, Mol BW, Hompes PG (2011). "Is aspirin effective in women undergoing in vitro fertilization (IVF)? Results from an individual patient data meta-analysis (IPD MA)". Human Reproduction Update. 17 (4): 501–509. doi:10.1093/humupd/dmr007. PMID 21422062. 
  27. ^ (Inggris) Manheimer E, van der Windt D, Cheng K, Stafford K, Liu J, Tierney J, Lao L, Berman BM, Langenberg P, Bouter LM (2013). "The effects of acupuncture on rates of clinical pregnancy among women undergoing in vitro fertilization: A systematic review and meta-analysis". Human Reproduction Update. 19 (6): 696–713. doi:10.1093/humupd/dmt026. PMC 3796945alt=Dapat diakses gratis. PMID 23814102. 
  28. ^ (Inggris) "1978: First 'test tube baby' born". BBC. 25 July 1978. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-15. Diakses tanggal 13 June 2009. The birth of the world's first "test tube baby" has been announced in Manchester (England). Louise Brown was born shortly before midnight in Oldham and District General Hospital 
  29. ^ (Inggris) Moreton, Cole (14 January 2007). "World's first test-tube baby Louise Brown has a child of her own". The Independent. London. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-23. Diakses tanggal 5 May 2010. The 28-year-old, whose pioneering conception by in-vitro fertilisation made her famous around the world.. The fertility specialists Patrick Steptoe and Bob Edwards became the first to successfully carry out IVF by extracting an egg, impregnating it with sperm and planting the resulting embryo back into the mother 
  30. ^ (Inggris) Schulman, Joseph D. (2010) Robert G. Edwards – A Personal Viewpoint, CreateSpace Independent Publishing Platform, ISBN 1-4563-2075-0.
  31. ^ (Inggris) Is an "Indian Crab Syndrome" Impeding Indian Science? Diarsipkan 2013-06-07 di Wayback Machine. sciencemag.org. Retrieved 20 August 2013
  32. ^ (Inggris) Ayers C (2004). "Mother wins $1m for IVF mix-up but may lose son". Timesonline. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-22. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  33. ^ (Inggris) Swedberg, Claire (15 October 2007). "Reproductive Clinic Uses RFID to Guarantee Parental Identity". RFID Journal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-22. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  34. ^ (Inggris) Lawson, Dominic (11 March 2008). "Of course a deaf couple want a deaf child". The Independent. London. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-30. Diakses tanggal Nov 12, 2009. 
  35. ^ (Inggris) Appel, Jacob (12 March 2009). More 'designer' options. The Winnipeg Sun
  36. ^ (Inggris) Sandel, Michael (2004) The Case Against Perfection, Atlantic Monthly, 293(3), 51-62.
  37. ^ (Inggris) Ahima, R.S. (2003) "Obesity gene therapy: slimming immature rats", Gene Therapy, 10:196–197.
  38. ^ (Inggris) Skloot, Rebecca. (2010). The Immortal Life of Henrietta Lacks. New York: Crown.
  39. ^ (Inggris) Jha, Alok (31 May 2007). "Winston: IVF clinics corrupt and greedy". The Guardian. London. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-27. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  40. ^ (Inggris) Dumit, J. (2012) Drugs for Life: How Pharmaceutical Companies Define Our Health. Duke University Press: Durham
  41. ^ (Inggris) DeFrancesco, L. (2014). 23andMe's designer baby patent. Diarsipkan 2023-07-20 di Wayback Machine. Nature biotechnology, 32(1), 8-8.
  42. ^ (Inggris) Dietrich, H (1986, May). "IVF: what can we do?" Paper presented to the Liberation or Loss? conference, Canberra.
  43. ^ (Inggris) Warren MA (1988). "IVF and women's interests: an analysis of feminist concerns". Bioethics. 2 (1): 37–57. doi:10.1111/j.1467-8519.1988.tb00034.x. PMID 11649236. 
  44. ^ (Inggris) "Is In Vitro Fertilization Being Overused?". CBS News. 2009-08-12. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-27. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  45. ^ (Inggris) Parks JA (1996). "A closer look at reproductive technology and postmenopausal motherhood". CMAJ. 154 (8): 1189–91. PMC 1487687alt=Dapat diakses gratis. PMID 8612255. 
  46. ^ a b (Inggris) The Ethics Committee of the American Society for Reproductive Medicine (2009). "Access to fertility treatment by gays, lesbians, and unmarried persons". Fertil. Steril. 92 (4): 1190–3. doi:10.1016/j.fertnstert.2009.07.977. PMID 19732884. 
  47. ^ (Inggris) Appel JM (2006). "May doctors refuse infertility treatments to gay patients?". Hastings Cent Rep. 36 (4): 20–1. doi:10.1353/hcr.2006.0053. PMID 16898357. 
  48. ^ (Inggris) Dolan, M. (29 May 2008) "State high court may give gays another victory" Diarsipkan 2008-05-31 di Wayback Machine.. Los Angeles Times.
  49. ^ (Inggris) Goldstein, Jacob (19 August 2008) California Doctors Can’t Refuse Care to Gays on Religious Grounds Diarsipkan 2020-08-01 di Wayback Machine.. Wall Street Journal.
  50. ^ a b (Inggris) Egelko, Bob (19 August 2008), "Bob Doctors can't use bias to deny gays treatment", San Francisco Chronicle.
  51. ^ (Inggris) Mohajer, Shaya Tayefe (25 October 2010). "License hearing for Octomom doctor resumes in LA". Associated Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  52. ^ (Inggris) Breuer, Howard (22 October 2010). "Octomom's Doctor Tearfully Apologizes, Admits Mistake". People. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 22 May 2012. 
  53. ^ (Inggris) "Michael Kamrava's medical license revoked". Los Angeles Times. 1 June 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-23. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  54. ^ a b (Inggris) Rafferty, Alessandra (25 February 2012). "Donor-Conceived and Out of the Closet". Newsweek. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-20. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  55. ^ a b (Inggris) "'My Daddy's Name is Donor'". NPR. 16 August 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-19. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  56. ^ (Inggris) Scheller, Christine A. "The Untold Story of Donor-Conceived Children". Christianity Today. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-18. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  57. ^ a b (Inggris) Motluk, Alison (27 May 2011). "Canadian court bans anonymous sperm and egg donation". Nature. doi:10.1038/news.2011.329. 
  58. ^ (Inggris) "Donor-conceived children use Internet to find relatives and share information". Washington Post. 26 September 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-04. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  59. ^ (Inggris) McManus, Mike (24 June 2012). "Anonymous Father's Day". Greenfield Daily Reporter. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-02. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  60. ^ (Inggris) Pro-Life Concerns About IVF Include Abortion, Exploitation Diarsipkan 2023-06-09 di Wayback Machine.. LifeNews.com (6 September 2011). Retrieved on 2013-08-03.
  61. ^ (Inggris) Lemonick, M. D. (1999). "Designer Babies" Diarsipkan 2016-03-08 di Wayback Machine. Time Magazine.
  62. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama cnn.com
  63. ^ (Inggris) "Pope Benedict XVI Declares Embryos Developed For In Vitro Fertilization Have Right To Life", Medical news today, diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-29, diakses tanggal 2016-12-01 
  64. ^ (Inggris) Pope Paul VI (25 July 1968). "Humanae Vitae: Encyclical of Pope Paul VI on the Regulation of Birth, sec 12". Rome: Vatican. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-03. Diakses tanggal 25 November 2008. 
  65. ^ a b c (Inggris) Reconciling religion and infertility Diarsipkan 2013-11-04 di Wayback Machine. By Alina Dain. July 30, 2009
  66. ^ (Inggris) "Paragraph 2379", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  67. ^ (Inggris) "Science in hinduism-Test tube babies". Oct 20, 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-08. Diakses tanggal 30 May 2016. 
  68. ^ (Inggris) Inhorn, MC (December 2006). "Making Muslim babies: IVF and gamete donation in Sunni versus Shi'a Islam". Cult Med Psychiatry. hlm. 427–50. doi:10.1007/s11013-006-9027-x. PMC 1705533alt=Dapat diakses gratis. PMID 17051430. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-06-24. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  69. ^ Tzitz Eliezer 9 p. 247
  70. ^ (Inggris) Drah B. "Orphans in Sub-Saharan Africa: The Crisis, the Interventions, and the Anthropologist". Africa Today. 59 (2 (Winter2012 2012)): 3–21. doi:10.2979/africatoday.59.2.3. 
  71. ^ (Inggris) Throsby, K, Gill, R 2004, ‘"it’s different for men": masculinity and IVF’, LSE Research Online, Men and Masculinities, vol. 6, no. 4, pp. 340.
  72. ^ (Inggris) Whittaker A 2009, ‘Global technologies and transnational reproduction in Thailand’, Asian Studies Review, vol. 33, no. 3, pp. 324
  73. ^ a b (Inggris) Throsby, K, Gill, R 2004, ‘"it’s different for men": masculinity and IVF’, LSE Research Online, Men and Masculinities, vol. 6, no. 4, pp. 344
  74. ^ a b (Inggris) Throsby, K, Gill, R 2004, ‘"it’s different for men": masculinity and IVF’, LSE Research Online, Men and Masculinities, vol. 6, no. 4, pp. 336
  75. ^ (Inggris) Beutel M, Kupfer J, Kirchmeyer P, Kehde S, Köhn FM, Schroeder-Printzen I, Gips H, Herrero HJ, Weidner W (1999). "Treatment-related stresses and depression in couples undergoing assisted reproductive treatment by IVF or ICSI". Andrologia. 31 (1): 27–35. doi:10.1111/j.1439-0272.1999.tb02839.x. PMID 9949886. 
  76. ^ (Inggris) "China Bars In-Vitro Fertilization for Pregnancy". Redorbit.com. 12 November 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-15. Diakses tanggal 22 May 2012. 
  77. ^ (Inggris) Inhorn, Marcia C. "Islam, IVF and Everyday Life in the Middle East" (PDF). AIME: Anthropology of the Middle East. 1 (1): 37–45. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-07. 
  78. ^ (Inggris) "IVF Prohibition In Costa Rica". Ivfcostworldwide.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-03. Diakses tanggal 22 May 2012. 
  79. ^ (Spanyol) Murillo, Álvaro (12 July 2011) La Costa Rica católica se atasca con la fertilización in vitro Diarsipkan 2023-07-20 di Wayback Machine.. El Pais.
  80. ^ (Inggris) CIDH Extends Deadline For Approval Of Law For In-Vitro Fertilization In Costa Rica Diarsipkan 2022-08-16 di Wayback Machine.. insidecostarica.com. 24 February 2011.
  81. ^ (Inggris) Court strikes down Costa Rican ban on in-vitro fertilization Diarsipkan 2019-01-22 di Wayback Machine.. Associated Press via New York Times (22 December 2012)
  82. ^ (Inggris) Costa Rica Finally Allows In Vitro Fertilisation after 15-Year Ban Diarsipkan 2023-06-25 di Wayback Machine.
  83. ^ (Inggris) Australian court OKs fertility treatment for single women, lesbians Diarsipkan 2023-06-23 di Wayback Machine. by Peter O'Connor (AP, 18 April 2002)
  84. ^ (Inggris) Hoare, Daniel (15 December 2007) Lesbian community welcomes Vic IVF changes Diarsipkan 2011-06-29 di Wayback Machine.. abc.net.au
  85. ^ (Inggris) "21 CFR 1271.90(a)(2)". US Food and Drug Administration. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-21. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  86. ^ (Inggris) "Fiscal Note, HB 2159 – SB 2136, from Tennessee General Assembly Fiscal Review Committee" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-12-19. Diakses tanggal 22 May 2012. 
  87. ^ (Inggris) "SB 0078 by Stanley, Bunch. (HB 0605 by DeBerry J, Hensley.)". Wapp.capitol.tn.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-23. Diakses tanggal 22 May 2012. 
  88. ^ (Inggris) "Tennessee Seeking To Ban IVF For Unmarried Individuals". Eggdonor.com. 31 March 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-06. Diakses tanggal 22 May 2012. 
  89. ^ (Inggris) Jones, Sam (1 November 2008). "Study shows barriers to same-sex adoption hurt children". Outandaboutnewspaper.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-12. Diakses tanggal 2016-12-01. 
  90. ^ (Inggris) "Legislative Update". Tnep.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-07. Diakses tanggal 22 May 2012. 

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]