Sejarah lisan
Sejarah lisan (Bahasa Inggris: oral history) para ilmuwan Eropa sejak dua abad berselang sangat memandang tinggi penggunaan dokumen sebagai dasar penelitian karena dokumen dianggap dapat mengungkapkan keabadian serta kekinian yang dapat dirangkul, ditafsirkan dan dijelaskan —sehingga timbul pameo no documents, no history. Sikap pandangan ini berangsur-angsur mulai berubah karena sebetulnya sikap yang demikian merupakan penutup pintu terhadap sejarah mayoritas penduduk dunia yang tidak terdokumentasi, yang lahir, yang hidup, dan yang kematinya pun tidak pernah tercatat dalam dokumen apapun. Kebanyakan berasal dari sejarah masyarakat yang terjajah, yang tidak berdaya, buruh, wanita, anak-anak, dan etnis minoritas, jarang muncul dalam sumber tertulis. Dalam perkembangan dengan ditemukan teknologi rekaman dan berkembangnya penelitian lisan serta pemanfaatannya oleh para sejarawan, mereka yang diam itu telah diberi ruang untuk ikut bersuara dan dengan demikian dapat ikut berbicara mengenai masa lampau dan secara bersama ikut menata masa depan.
"Sejarah narasi berhasil membangun pemahaman yang lebih baik mengenai masa lampau dengan cara menyediakan pandangan dan kisah yang makin luas bagi generasi mendatang. Kemungkinan yang demokratis yang dibuka oleh sejarah narasi terletak pada keanekaragaman pandangan yang dapat disediakan. Sejarah narasi dapat membebaskan peneliti dari kendala-kendala definisi tradisional dan politis mengenai siapa yang membuat sejarah dan apa yang disebut sumber sejarah"
— Hong Lysa (History Department and the Southeast Asian Studies, National University of Singapore)
Legalitas
suntingPada tahun 1997 Mahkamah Agung Kanada, dalam sidang peradilan Delgamuukw v. British Columbia memutuskan bahwa sejarah lisan adalah sama pentingnya dengan kesaksian tertulis, menurut putusan tersebut bahwa sejarah lisan mempunyai relevansi terhadap pada tujuan akhir dari proses pencarian fakta di sidang-penentuan kebenaran sejarah [1]
Perkembangan
suntingdi Indonesia
suntingPenelitian sejarah lisan yang dilakukan di Indonesia tidaklah berkesinambungan. Beberapa yang pernah dilakukan di antaranya oleh Arsip Nasional RI (ANRI) yang dirintis tahun 1972 untuk mengisi kekurangan arsip tentang sejarah pendudukan Jepang dan masa-masa revolusi periode 1942 sampai dengan 1950, diantaranya, Kuntowijoyo yang memimpin penelitian mengenai Perubahan Sosial Pedesaan: Sejarah Lisan Surakarta antara tahun 1930 sampai dengan tahun 1960. Beberapa penelitian atas korban dan saksi sejarah peristiwa-peristiwa tahun 1965 dan tahun 1998 yang beberapa kali dilakukan oleh Yayasan Lontar, Koesalah Soebagyo Toer dan Sudjinah, Hersri Setiawan, dan Jaringan Kerja Budaya (JKB), Tahun 2006, Changing Labour Relations in Asia (CLARA) yang dipimpin Ratna Saptari dari Universiteit van Amsterdam bekerja sama dengan Lembaga Studi Realino ikut melakukan meneliti korban kekerasan di daerah konflik, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Selatan, Lampung, DKI, Jawa Barat hingga Jawa Timur dan Kalimantan Barat.
di Amerika Serikat
suntingPada tahun 1930-an Works Progress Administration (WPA) mengirim pewawancara untuk mengumpulkan laporan dari berbagai kelompok, termasuk saksi yang masih hidup dari Perang Saudara Amerika, Perbudakan, dan peristiwa-peristiwa sejarah utama lainnya. Perpustakaan Kongres juga mulai merekam musik tradisional Amerika dan cerita rakyat ke cakram asetat. Dengan perkembangan audio kaset rekaman setelah Perang Dunia II, tugas sejarawan lisan menjadi lebih mudah.
Selanjutnya pada 1946 David Boder, seorang profesor psikologi dari Illinois Institute of Technology di Chicago, pergi ke Eropa untuk merekam wawancara panjang dengan orang yang tersingkirkan yang kebanyakan dari mereka merupakan korban Holocaust dengan menggunakan perangkat perekam. kemungkinan besar ini merupakan sejarah lisan pertama yang tercatat.[2]
di Inggris
suntingSejak tahun 1970-an sejarah lisan di Inggris telah berkembang menjadikan cerita rakyat masuk dalam metode penelitian dan menjadi komponen utama dalam memperlajari sejarah masyarakat. Sejarah narasi dalam perkembangannya terus menjadi sarana penting bagi non-akademisi yang aktif dapat berpartisipasi dalam ikut membuat sejarah. Namun praktisi di berbagai disiplin akademik secara bersama telah pula ikut mengembangkan metode ini dengan cara pencatatan, pemahaman dan pengarsipan kenangan yang pernah diriwayatkan. termasuk pengertian sejarah perempuan dan sejarah tenaga kerja didalamnya.
Sejarah narasi yang diriwayatkan dalam masyarakat telah memainkan peran kunci dalam memfasilitasi dan mengembangkan penggunaan sejarah lisan di Inggris antara lain dapat ditemukan pada Pembuat Sejarah Narasi[3] di situs web Institute of Historical Research (IHR), University of London.[4]
Studi kasus
sunting- Immigrants in Black & White: A Review of “Communities Without Borders”, The Indypendent, Susan Chenelle
- Over 600 Oral Histories of Combat Veterans, From the Witness to War Foundation (non-profit)
- Oral history collection of combat veterans
Organisasi
sunting- (Inggris)Pusar studi di Oral Tradition
- (Inggris)Pusat Sejarah Lisan dan Dogeng digital - Concordia University[pranala nonaktif permanen]
- (Inggris)Asosiasi Sejarah Lisan internasional
- (Inggris)Asosiasi Sejarah Lisan Australia Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine.
- (Inggris)Asosiasi Sejarah Lisan Amerika Serikat
- (Inggris)Asosiasi Sejarah Lisan Inggris Diarsipkan 2011-05-01 di Wayback Machine.
- (Inggris)Pusat sejarah lisan di Australia
- (Prancis)"Institut d'histoire du temps présent" Prancis
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Canadian Legal Information Institute: Teks lengkap putusan Mahkamah Agung Kanada dalam perdidangan Delgamuukw v. British Columbia
- ^ Marziali, Carl (2001-10-26) "Mr. Boder Vanishes." "This American Life."
- ^ Making Oral History
- ^ University of London, School of Advanced Study
Pranala luar
sunting- Ritchie, Donald A. (2004). Doing oral history: a practical guide. Oxford University Press. ISBN 0195154347, 9780195154344 Periksa nilai: invalid character
|isbn=
(bantuan).